Namun positifnya, dalam model parlementer ini, misalnya Menteri di panggil pansus DPR pasti akan serius karena sangat beresiko pada kelangsungan jabatannya. Pasti Menteri tidak berani mangkir. Juga tidak berani cuek, terhadap temuan, masukan dan evaluasi dari parlemen.
Presidensial Â
Pada sistem presidensial, diselenggarakan dua pemilu terpisah. Pilpres untuk memilih  kepala eksekutif, dan ada pileg untuk memilih  anggota parlemen atau legislatif. Pemilu dilakukan secara ajek, terjadwal atau gradual, misalnya setiap 5 tahun.
Dalam menyusun cabinet, presiden terpilih tidak wajib mengambil menteri dari partai politik peserta pemilu, presiden memiliki hak prerogative menentukan pilhannya baik dari dalam maupun dari luar partai.
Dalam sistem presidensial tidak ada mekanisme pengajuan mosi tidak percaya yang dilajutkan pemungutan suara untuk menjatuhkan presiden. Maka disebut pemerintah (Presiden) tidak bertanggung jawab kepada parlemen.
Demikian secara garis besar, beda antara yang parlementer dan presidensial. Walapun, dalam praktek ada modifikasi penyesuaian disana sini. Misalnya, pilpres secara langsung baru pada tahun 2004, sebelumnya presiden dipilih oleh badan legislative hasil pemilu. Â
Kenangan tentang sistem parlementer, sudah sangat lama, yaitu sebelum 1959. Sejak tahun 1959 sesuai ketentuan dalam UUD 1945, maka yang berlaku sistem presidensial. Namun, karena ada modifikasi maka terbentuklah pemerintahan presidensial rasa parlementer.
Di masa orde baru, justru aroma zaken cabinet sangat terasa. Karena, Dalam menunjuk Menteri Presiden Soeharto langsung menuju pada pusatnya (center of excellent).
Untuk posisi Menteri bidang pertanian dari IPB Bogor, Menteri Kesehatan dari FK-UI, Menteri bidang perekonomian dari FE UI, Menteri pertambangan dari ITB.
Mafia Berkeley
Orde baru mendapat warisan ekonomi yang bobrok. Sekitar tahun 1965-1966, inflasi mencapai hiperinflasi dengan tingkat lebih dari 600%.  Sementara  pada tahun 1965, defisit anggaran mencapai 63% dari total belanja pemerintah.