Di salah satu group WA yang saya ikuti, ada seorang member bernama Vito. Saya suka banget sama dia. Dan percaya gak? Alasan saya suka sama dia, sepele banget. Karena Vito selalu merespon semua orang yang posting ke group. Vito sendiri jarang posting ke group. Tapi dia rajin sekali merespon postingan yang masuk ke group. Meskipun itu cuma postingan broadcast atau hasil forward dari group sebelah, dia tetep membalasnya.
Tiap ada yang posting topik motivasi, dia akan merespon, "Wah, postingan ini membuat gue semakin optimis menghadapi hidup. Thanks, Bro."
Kalo ada yang posting tentang sulap atau cerita lucu, dia akan nyaut, "Menghibur banget! Makasih, Bro."
Ketika ada yang ngirim tentang teknologi, dia akan membalas, "Luar biasa! Membuka wawasan sekali. Sering-sering posting kayak ginian, Bro."
Jika ada yang memposting tulisannya sendiri, Vito nyaut lagi, "Wah, tulisan lo mencerahkan sekali. Ditunggu tulisan berikutnya, Bro."
Pokoknya respon dari Vito sangat menyejukkan. Saya aja bacanya seneng banget. Apalagi orang yang direspon, kan? Iseng-iseng saya japri dia, "To, lo rajin banget merespon postingan orang? Kan dia ngirim konten itu bukan spesifik ke elo."
Gak butuh waktu lama dia langsung ngejawab, "Gue memang lagi berderma kata, Om Bud. Hehehe..."
"Maksudnya gimana, tuh, berderma kata?" tanya saya penasaran.
"Ada temen gue curhat. Katanya dia kesel karena sering posting ke group tapi gak ada yang merespon. Dia bilang member di group gak apresiatif. Gak ada etika."
"Sumpe lo? Ada orang mikirnya sampe begitu?" tanya saya takjub.
"Serius! Tadinya gue kira dia cuma curhat doang. Eh, gak taunya beneran marah. Marah besar!"
"Waduh!"
"Bahkan di beberapa group lain dia sampe left karena gak tahan merasa dicuekin kayak gitu."
"Oh, okay! Jadi gara-gara curhatan orang itu, lo selalu merespon setiap postingan orang lain?" tanya saya menegaskan.
"Tepat sekali! Lo harus tau, Om Bud. Bukan cuma temen gue doang tapi banyak orang yang sensitif kayak gitu. Makanya sejak itu gue selalu berderma kata. Apa ruginya, sih, ngebikin orang senang? Iya, kan?" kata Vito.
"Iya, gue setuju! Hebat lo, To. Kagum gue sama lo." kata saya setulusnya.
"Halah! Cuma berderma kata doang, apa yang harus dibikin kagum? Semua orang juga bisa melakukannya." kata Vito lagi.
Hebat banget, ya, temen saya ini. Dia bilang semua orang juga bisa melakukannya. Iya bener, sih! Tapi pertanyaannya, ada gak orang yang mau melakukannya? Kalo ada, berapa banyak? Kalo saya perhatiin di seluruh group WA yang saya ikuti, jarang banget orang mau berderma kata kayak Vito.
Dulu saya hanya bisa kagum pada orang yang mampu berderma harta dalam jumlah besar. Misalnya sahabat Rasullulah, Abu Bakar, yang mendermakan seluruh hartanya. Atau temen saya yang mewakafkan 1 hektar tanahnya untuk dibangun jadi pesantren di kampung halamannya. Tapi berderma kata? Gile! cara berderma yang murah banget, tuh. Berderma tanpa mengeluarkan uang dan tenaga.
Omongannya Vito membuat saya mencoba menelaah lebih dalam. Saya terus berpikir, kenapa saya bisa kagum sama orang yang berderma kata? Setelah merenung beberapa lama, saya mulai mendapatkan jawabannya.
Manusia jaman sekarang lebih banyak menghabiskan hidupnya di dunia digital. Dan di social media yang mendominasi adalah kata-kata. Kata-kata seperti apa? Di era digital ini yang paling banyak berseliweran adalah kata-kata negatif. Kita tau sejak pemilu kemaren, bangsa kita sudah terpecah-belah. Setiap hari pasukan buzzer terus berperang di social media.Â
Senjata yang mereka gunakan adalah kata-kata negatif. Kenapa? Karena hasilnya jauh lebih efektif daripada kata-kata positif. Itu sebabnya hoax dan fitnah bertebaran di mana-mana. Tujuannya cuma satu: untuk memecah belah bangsa. Menciptakan kekacauan yang ujungnya mengambil alih kekuasaan.
Apa yang terjadi di social media, sedikit banyak juga mempengaruhi perilaku netizen. Semua orang di social media jadi ofensif. Setiap melihat postingan yang tidak berkenan langsung dihajar.Â
Kalo kebetulan yang posting adalah public figure langsung dikeroyok beramai-ramai sampai menjadi viral. Dan peristiwa ini langsung ditangkap oleh media online abal-abal sampai media mainstream dan dijadikan berita.Â
Makanya saya sering merasa beruntung karena saya bukan orang terkenal. Di era digital ini, beruntunglah kita yang bukan public figure, bukan artis, bukan pejabat dan bukan pula orang beken. Hidup kita seharusnya lebih tenang karena buzzer males ngebully orang yang gak terkenal.
Masyarakat digital banyak yang stress. Mereka depresi karena setiap hari diberondong dengan postingan negatif berupa penghakiman, hoax dan fitnah. Kita jadi sensitif dan mudah marah membaca tulisan-tulisan fitnah tersebut.Â
Saking sensitifnya, kita jadi cepet tersinggung pada hal-hal sepele. Seperti yang diceritakan oleh Vito, ada orang yang begitu murka hanya gara-gara postingannya di group WA tidak direspon sama sekali oleh siapapun.
Iklim di social media memang sudah tidak sehat. Postingan bermuatan enerji negatif terus menerus merongrong kedamaian hati. Kita menjadi haus akan kata-kata positif. Kita rindu pada konten-konten yang bermanfaat. Kita sangat dahaga pada pujian atas konten-konten yang kita posting.Â
Pujian tersebut pastinya akan memproduksi hormon endorphin di dalam tubuh. Setiap kali hormon endorphin terbentuk maka semakin berbahagialah perasaan kita.
Gara-gara pemahaman ini, sekarang saya lebih memperhatikan dan mengamati semua group WA yang saya ikuti. Saya berusaha mencari, adakah orang yang selalu rajin berderma kata seperti yang dilakukan oleh Vito. Dan alhamdulillahnya ternyata ada.
Di group WA The Writers, ada seorang member yang namanya Meta Tangkudung. Seperti Vito, dia rajin merespon semua postingan yang datang ke group. Bahkan di website The Writers, Meta ini selalu rajin ngasih komen di setiap artikel yang ada di sana. Messagenya selalu positif. Pastinya komentar Meta sangat berarti buat Si Penulis Artikel.
Tapi kalo cuma Vito dan Meta yang berderma kata, rasanya terlalu sedikit. Gaungnya pasti kurang kenceng. So, guys, bagaimana kalo ' berderma kata' ini kita jadikan movement? Sudah terlalu banyak postingan berenerji negatif yang mengelilingi kita di social media. Rasanya kita perlu memposting konten-konten positif untuk mengimbanginya. Yuk, ah....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H