Saya masih terdiam.Â
"Terakhir tapi gak kalah penting, dia juga menantu yang hebat. Orangtua kita sayang banget sama Linda. Dan dia juga ipar kesayangan seluruh keluarga," Peter berbicara semakin perlahan.
Saya belum mengatakan sepatah kata.
"Gue gak mau menghalangi kalo lo mau nyerein Linda. Gue cuma mau mengingatkan, apa iya lo sanggup tinggal di apertemen sendirian? Coba bayangin, pas bagun pagi, lo mengetahui bahwa gak ada sarapan yang terhidang di meja makan. Gak ada kopi hitam kesukaan lo yang biasa disediakan Linda. Lo berangkat ke kantor dengan perut kosong."
Saya tetep diem.
"Pas lo pulang kantor, gak ada lagi teriakan anak-anak yang menyambut kedatangan bapaknya. Lo menemukan baju kotor dan kaos kaki berserakan di setiap sudut apartemen karena gak ada yang beresin apalagi mencucinya. Apartemen lo kotor karena gak ada yang nyapu dan ngepel. Dan tiba-tiba lo panik karena tagihan kartu kredit dan tagihan lainnya lupa lo bayar."
Masih diem.
"Ketika lo jatuh sakit, gak ada yang merawat lo. Tiba-tiba lo membutuhkan Linda karena lo gak pernah punya pengalaman sakit sendirian. Lo gak ngerti gimana ngurus BPJS bahkan lo gak tau dokter dan apotik ada di mana di sekitar apartemen. Apalagi kalo sakit lo berat sampe gak bisa bangkit dari tempat tidur. Siapa yang mau ngurus lo?"
Diem berlanjut.
"Lo harus menyadari, kalo nyerein Linda, lo bukan cuma kehilangan isteri. Bukan cuma kehilangan sex partner. Tapi lo juga kehilangan anak-anak, kehilangan perawat, kehilangan sekretaris, kehilangan asisten rumah tangga, kehilangan babysitter... dan keluarga kita kehilangan menantu idaman dan kehilangan ipar idola."
Masih terdiam.