Ada banyak alasan mengapa saya sangat menghormati Ayah saya. Tapi alasan yang paling utama adalah saya respek pada prinsipnya dalam hidup. Ketika memutuskan sesuatu, dia akan istiqomah dengan pilihannya dan menerima dengan ikhlas risiko atas pilihannya tersebut.
Pada usia 22 tahun, Ayah saya bersama kelompoknya Adam Malik, Soemanang, Sipahutar, Armin Pane dan Pandu Kartawiguna, turut memelopori berdirinya kantor berita Antara pada tahun 1937. Saat itu mereka bermarkas di JI. Pinangsia 38 Jakarta Kota.
Meski mendirikan kantor sendiri, jangan berpikir bahwa mereka adalah orang-orang yang mempunyai modal besar. Di dalam kantor itu cuma ada satu meja tulis tua, satu mesin tulis tua, dan satu mesin Roneo tua.
Alasan utama didirikannya kantor berita ini adalah mereka merasa tidak puas tehadap Kantor Berita Belanda Aneta (Algemeen Nieuws-en Telegraaf-Agentschap). Pemberitaan Aneta tentang peristiwa-peristiwa di Hindia Belanda terutama mengenai kehidupan sosial politik masyarakat di Indonesia sering terasa sumbang di telinga rakyat Indonesia.
Kalangan pergerakan kebangsaan Indonesia, baik yang berada di Hindia Belanda maupun di Eropa, menganggap berita di Aneta bersikap berat sebelah. Aneta sering sekali tidak berimbang dalam memberitakan peristiwa-peristiwa politik yang terjadi di bumi pertiwi.
Yang lebih parah lagi, Kantor berita Belanda itu menyebarkan hasil liputannya bukan saja di Hindia Belanda, melainkan juga di berbagai Negara Eropa. Karena itulah Kantor Berita Antara berusaha menyuplai berita ke berbagai surat kabar nasional sebagai tandingan terhadap Aneta.
Ketika bergolaknya peristiwa pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI), Antara diduduki oleh Partai komunis itu dan ayah saya dan kelompoknya dipaksa pensiun. Jabatan terakhirnya adalah Kepala Desk Dalam Negeri. Lalu apa yang terjadi pada keluarga kami? Yak betul! Kami pun jatuh miskin....miskin semiskin-miskinnya.
Nah, peristiwa inilah yang membuat saya sangat mengagumi Ayah saya. Ayah tidak pernah terlihat menyesal dengan kejadian itu. Dia cuma menganggap bahwa semua yang terjadi adalah risiko atau konsekuensi dari sikap yang telah dipilihnya. Hidup adalah pilihan! Sekali kita sudah memilih, kita harus siap dan rela menanggung akibatnya, apapun hasilnya. Begitu selalu kata Ayah.
Mengapa saya kagum? Karena banyak sekali temen-temen sejawat ayah yang stress dan mengalami post power syndrome. Mereka ga siap dengan apa yang terjadi padanya.
Ada yang stroke, ada yang kena penyakit bengong dan ada pula yang memasang papan pengumuman kayak plang dokter di depan rumahnya. Plangnya besar berwarna putih lalu dicat hitam dengan huruf segede-gede bagong "Hendri Pulungan (bukan nama sebenarnya). Perintis Kemerdekaan dan Mantan Wartawan LKBN ANTARA." Kesian banget ya?
Dalam kelompoknya, kayaknya cuma Ayah dan Adam Malik yang baik-baik aja. Adam Malik malah meraih kesuksesan luarbiasa. Dia bukan saja pernah menduduki jabatan Menteri Luar Negeri tapi bahkan mampu menjadi Wakil Presiden di era orde baru.