Heduh! Bete gue! insya Allah kok jadi gitu maknanya. Sebuah kata ternyata bisa dimaknai sendiri oleh siapapun yang menggunakannya.
Hal ini terjadi juga di club pecinta alam saya, PHIDELTA. Ada dua orang temen saya namanya Pree dan satu lagi namanya Amin. Keduanya mempunyai pemahaman sendiri-sendiri dalam memaknai kata 'insya Allah.'
Pree mengartikan kata 'insya Allah' lebih parah dari pemahaman Djito. Buat Pree kata 'Insya Allah' adalah penolakan secara halus. Jadi tiap kali janjian sama Pree dan dia nyautnya 'insya Allah,' semua orang langsung putus asa. Semua tau kalo dia udah mengatakan kata itu, bisa dipastikan bahwa Pree ga bakalan dateng.
Sebaliknya dengan Amin. Kalo dia mengatakan 'insya Allah' berarti dia pasti menepati janjinya. Sehingga kata 'insya Allah' dari Amin mempunyai makna yang berlawanan dengan yang diucapkan Pree. Perbedaan makna ini akibatnya merembet ke temen-temen lainnya. Setiap kali seseorang mengatakan kata 'insya Allah' maka yang lainnya pasti akan meneruskan pertanyaannya, "Insya Allahnya Pree apa Amin?" Hehehehehehe..
Pertanyaan 'insya Allah'nya Pree aatau Amin' sering ditanyakan untuk memastikan apakah orang ini akan menepati janjinya atau tidak. Soalnya sering banget ada yang ingkar janji tapi masih berkelit di antara dua jenis 'insya Allah' itu. Misalnya pernah seorang temen ga nongol di bumi perkemahan di Sukamantri Sukabumi. Pas di kampus anak itu ditegur sama ketua kami.
"Kok lo ga nongol ke Sukamantri?" tegur ketua kami.
"Iya, sorry. Gue ketiduran waktu itu," sahut yang ditanya tanpa merasa bersalah.
"Lo bilang insya Allah akan dateng?" desak Pak Ketua lagi.
"Ga gitu. Maksud gue kan 'insya Allah'nya Pree. Bukan 'insya Allah'nya Amin. Gue emang ga niat pergi waktu itu."
Hehehehe repot, kan? Itu sebabnya pertanyaan 'insya Allah'nya Amin atau Pree' mutlak perlu dilemparkan untuk memaksa orang yang mengatakan kata itu jadi lebih fokus sehingga pertanyaan kita mendapat jawaban lebih pasti
Nah, ceritanya suatu hari saya baru aja lulus kuliah. Ga sampe sebulan diwisuda, saya langsung diterima kerja di AIM Communications. Sebuah biro iklan yang kala itu masih berafiliasi dengan Leo Burnett. Itu adalah pertama kali saya kerja di sebuah advertising agency. Saya dikasih tempat duduk di sebelah seorang Paste Up artist namanya Pak Bambang.