Mohon tunggu...
Budiman Hakim
Budiman Hakim Mohon Tunggu... Administrasi - Begitulah kira-kira

When haters attack you in social media, ignore them! ignorance is more hurt than response.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Digital, Surga untuk Kaum Narsistik

26 September 2017   00:12 Diperbarui: 26 September 2017   01:00 1398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak dulu kita memahami bahwa manusia itu suka pamer alias narsis. Tapi kegilaan seseorang untuk mengakomodir rasa narsis baru terlampiaskan selebar-lebarnya saat internet muncul. Itupun tidak langsung dan serta-merta, awalnya orang masih malu-malu untuk menaruh fotonya di sebuah sosial media. Misalnya ketika media sosial Friendster baru  muncul, sebagian besar teman gak mau memakai nama asli. Mereka menggunakan nama kecil atau nama palsu, alamat palsu bahkan memakai foto orang lain sebagai profile picturenya.

Namun ketika Friendster booming, rasa malu perlahan terkikis, naluri narsis bergejolak. Semua orang tanpa ragu memasang foto asli, nama asli, dan hampir semua data tentang dirinya dicantumkan. Bahkan di era Facebook, orang tanpa sungkan memasang foto dirinya, isterinya, anaknya, sampe alamat email dan teleponnya pun dicantumkan.

Secara singkat, dapat kita simpulkan bahwa media interaktif sudah seperti panggung buat mereka. Karena itulah untuk pengguna internet, digital adalah sarana untuk melampiaskan keinginan mereka untuk narsis. Sifat narsis adalah insight semua manusia di seluruh dunia. Dan insight inilah yang dimanfaatkan digital marketer untuk mendekatkan diri pada digital user.

BERBAGAI CARA MELAMPIASKAN NALURI NARSIS

1. Selfie

Budaya selfie sebenernya sudah dikenal sejak jaman dulu kala, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya alat yang namanya tripod, monopod untuk keperluan tersebut. Tapi budaya selfie baru mencapai puncak kejayaannya ketika smartphone dilahirkan. Teknologi kamera pada smartphone yang sudah begitu canggih membuat naluri narsis seseorang makin terpenuhi. Apalagi ketika ditemukan alat yang namanya tongsis (tongkat narsis) atau dalam bahasa inggris biasa disebut dengan selfie stick.

Banyak perdebatan tentang siapa sebenernya yang menemukan tongsis. Ada yang bilang penemunya orang Indonesia, ada yang mengatakan orang Amerika, ada pula yang mengatakan orang Korea. Yang mana yang betul? Wallahu alam.

Tapi menurut Benny Harianto, teman saya yang gila fotografi, penemu tongsis yang pertama adalah orang Jepang. Orang tersebut namanya Hiroshi Ueda, diketahui sebagai orang pertama yang mematenkan tongsis di tahun 1983. Hiroshi ketika itu bekerja sebagai insinyur di perusahaan kamera Minolta. Sayangnya karena budaya narsis belom terlalu heboh, karyanya ini tidak banyak dikenal orang. Ketika smartphone dan budaya selfie berkembang, tiba-tiba ada banyak orang yang juga mematenkan tongsis sehingga Hiroshi tidak mendapatkan keuntungan royalty sama sekali dari penjualan tongsis yang terjadi sekarang ini. Kesian banget ya?

Jangan pernah menganggap enteng budaya narsis. Di luar dugaan ternyata orang rela melakukan apa saja untuk memenuhi kebutuhan narsisnya. Kenapa demikian? Mereka menginginkan foto narsisnya menjadi viral, kan? Jadi kalo mereka hanya bikin swafoto yang biasa-biasa saja, mana mungkin bisa mendapat perhatian dari netizen? Persaingan terlalu ketat, orang lebih suka ngeliat foto-foto narsis artis-artis cantik yang berpose dengan pakaian yang minim daripada foto makanan, foto kaki, foto pemandangan atau foto kita berpose sambil mengacungkan jempol.

Penggila selfie menyadari benar hal itu, karena itulah mereka mencari tempat-tempat yang ekstrim untuk menghasilkan foto yang dramatis. Ada yang memanjat atap gedung tinggi, ada yang berpose di pinggir jurang, ada yang bergelantungan di jembatan dengan sungai berarus deras di bawahnya, ada yang bergaya sambil melakukan terjun payung dan masih banyak lagi. Gila, gak? Mereka rela menyabung nyawa hanya untuk mendapatkan foto yang dramatis. Mereka ikhlas membahayakan diri demi mendapatkan perhatian dari netizen. Intinya mereka rela melakukan apa saja hanya untuk membuat fotonya menjadi viral di sosial media.

Kalo kita googling berapa korban tewas akibat selfie ekstrim ini, pastilah kalian akan terkejut. Ternyata di Indonesia saja sudah puluhan nyawa yang melayang gara-gara berselfie ekstrim. Bagaimana jika kita telusuri korban tewas akibat selfie di seluruh dunia? Pasti angkanya akan membuat kita tercengang dan geleng-geleng kepala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun