Belakangan ini, setiap kali ke kafe, saya hampir selalu dateng sendirian. Teman-teman seumuran saya udah nyerah pada angin malam dan mulai menjalani pola hidup sehat. Di sisa umurnya, mereka lebih suka menghabiskan waktu di rumah bersama keluarga. Jadi, tinggalah saya seorang diri yang masih suka menyusuri malam menikmati musik hidup untuk sejenak melupakan penat dari kegiatan sehari-hari.
Walaupun nongkrong sendirian, saya juga gak masalah karena tamu-tamu tetap (regular guests) di kafe yang biasa saya kunjungi hampir semuanya saya kenal. Bukan cuma para tamu saja, dari manager, bartender, waiter, petugas valet service bahkan sampai sekuritinya pun akrab sama saya.
Di tulisan ini, saya mau bercerita tentang seorang teman yang bernama Ilham, dia adalah salah satu tamu tetap yang saya kenal di kafe itu. Ilham ini selalu menarik perhatian tamu-tamu lain. Kenapa? Karena biasanya orang dateng ke kafe bersama teman atau sama pacarnya, kan? Nah, Ilham ini hampir selalu dateng dengan bapaknya. Aneh banget!
Lucunya, Ilham keliatan sangat enjoy berduaan di kafe bareng bapaknya. Mereka duduk bersebelahan di bar. Ngebir berdua dan ngerokok bareng. Setiap kali mau menenggak minuman, mereka melakukan toast lalu berlomba menghabiskan minumannya. Siapa yang kalah harus ngebayar bill kedua gelas yang sedang diminum. Setelah itu, mereka memesan bir 2 gelas lagi, dan berlomba minum kembali untuk menentukan siapa yang harus membayar dua gelas yang baru.
Saya sering terharu mengamati kelakuan mereka berdua. Dari kejauhan saya ngeliat mereka ngobrol. Gak tau topik apa yang sedang mereka diskusiin tapi keliatannya seru banget. Obrolan mereka diselingi dengan tawa keduanya yang berderai-derai, setelah itu mereka melakukan tos dengan cara saling menepukkan kedua tangan lalu memesan minuman lagi.
Ketika live music dimulai, bapak dan anak itu bertepuk-tepuk tangan. Jika ada lagu yang mereka kenal, keduanya bangkit dari bangku bar, berdiri dan ikut menyanyikan lagu tersebut dengan suara sekencang-kencangnya dengan pandangan ke arah panggung. Saat suasana sudah panas, keduanya melangkah ke dance floor dan berjoget bareng. Amazing, ya? Ck...ck...ck...
Selesai berjoget, tamu-tamu memberi applause yang meriah, bukan pada home band tapi pada Ilham dan Ayahnya. Dengan berangkulan pundak keduanya balik ke tempat duduk di bar. Sambil berjalan, biasanya Ilham merespon tamu-tamu yang mendukung dengan berkata, "My Dad is my best friend!"
Semua tamu suka banget ngeliat hubungan bapak dan anak itu. Beberapa orang bahkan gak percaya kalo mereka adalah bapak dan anak. Ya bisa dimengerti sih karena gak setiap hari kita bisa melihat hubungan bapak dan anak seakrab itu. Kalo saya sih percaya 100 persen, soalnya mukanya aja sama banget kayak pinang dibelah dua, bedanya yang satu pinangnya udah agak layu aja.
"Gue suka banget ngeliat hubungan Ilham sama bapaknya," kata Adam, salah seorang tamu tetap.
"Iya, gue juga suka. Seandainya gue punya bapak kayak gitu, wuuiiiih...asyiknya!" kata Vivi seorang home DJ yang sedang menunggu jadwal tampil saat band istirahat nanti.
"Lo tau gak? Umur gue udah 40 tahun. Tapi tiap gue ngerokok, emak gue masih ngomel aja. Katanya gue buang-buang duit. Katanya gue ngebakar paru-paru sendiri. Eh, Si Ilham malah ngerokok dan dugem bareng ama bapaknya," tukas Robby dengan nada iri dan dengki.
Saya tersenyum lebar penuh simpati ngedenger omongannya Robby. Karena Ibu saya juga selalu ngamuk tiap kali saya ngerokok, padahal saya ngerokok di rumah sendiri dan rumahnya gue beli sendiri. Nyokap yang numpang di rumah malah ngelarang gue ngerokok. Hehehehe... Sering orang bilang bahwa sampe setua apapun umur kita, buat bokap dan nyokap tetep aja kita adalah anak kecil. Itu sebabnya orangtua selalu marah ngeliat kita ngerokok atau minum.
"Kenapa ya mereka bisa begitu deket?" tanya saya memancing diskusi.
"Kuncinya ada di bapaknya, Bud," kata Taufan, yang kerja di kejaksaan, sok tau.
"Maksud lo gimana, Fan?" tanya seseorang.
"Bapaknya memperlakukan anaknya bukan cuma sebagai anak tapi juga sebagai teman. Itu yang membuat hubungan mereka jadi asyik," kata Taufan lagi.
Wah, betul juga, ya? Dulu saya selalu berpikir bahwa istilah 'teman' adalah tingkat terendah dalam sebuah hubungan. Artinya 'teman' ada di urutan paling bawah, di atas teman adalah teman dekat (close friend), di atasnya lagi adalah 'sahabat' (best friend), kemudian 'pacar' disusul dengan 'tunangan' dan yang menduduki posisi paling atas adalah hubungan 'suami isteri'. Menurut kalian betul gak degrees of comparison ini?
Namun setelah mendengar ucapan Taufan, saya jadi berpikir keras dan menganalisa ulang pemahaman saya. Iya, loh! Tiba-tiba apa yang saya pahami sebelumnya ternyata uadah gak pas lagi. Hubungan Ilham dan bapaknya udah memporakporandakan pemahaman itu.
Akhirnya saya berkesimpulan begini: Kata 'teman' memang kedengerannya terlalu umum (general) tapi pada prakteknya istilah 'teman' justru selalu hadir bahkan sangat mendominasi dalam setiap hubungan.
Misalnya hubungan suami -- isteri. Hubungan keduanya pastilah akan menjadi sangat asyik kalo udah seperti teman. Banyak isteri atau suami yang suka sungkan untuk mengeritik pasangannya, meskipun masalah yang mereka hadapi sudah sangat menganggu.
Karena keluhannya gak berani disampaikan, akibatnya mereka curhat sama temannya lalu berkeluh kesah "Laki gue cuek banget jadi orang, dia gak pernah peduli kalo setiap ML gue gak pernah orgasme."
Sebaliknya si suami juga curhat ke teman kantornya, "Bini gue kalo ML gak pernah mau blowjob nih. Padahal kan itu perbuatan yang sangat biasa dilakukan oleh suami isteri manapun di dunia ini."
Gila, kan? Masa urusan selangkangan diomongin ke orang lain? Sangat gak masuk di akal tapi begitulah kenyataan yang terjadi.
Kenapa orang selalu dateng ke teman ketika mendapatkan masalah? Karena teman adalah seseorang yang membuat kita nyaman. Hubungan pertemanan itu sangat dekat dan hampir tanpa jarak. Kita bisa ngomong seenaknya dan melakukan kekonyolan tanpa harus jaim. Teman adalah tempat curhat, teman adalah tempat kita berbagi rahasia. Dan teman adalah seseorang tempat kita meminta pertolongan.
Kalo kita setuju dengan pemahaman itu, lalu kenapa suami  isteri tidak berteman? Akan lebih baik kalo di samping berhubungan sebagai suami isteri, kita juga berteman dengan pasangan kita. Gak lucu kan kalo rahasia suami isteri dibagi ke teman-teman di luaran? Jadi saya berpikir, alangkah baiknya kalo sebuah pasangan juga berteman satu sama lain sehingga semua masalah internal bisa dijaga sebagai urusan pribadi yang tidak perlu dibagi ke pihak lain.
Saya teringat waktu jaman SMA. Seorang teman curhat ke saya bahwa dia terkena penyakit kelamin. Astaghfirullah! Sebuah masalah yang sangat berat buat anak seusia itu. Pertanyaan saya sekarang, kalo anak laki-laki kita yang masih SMA atau kuliah, suatu hari kena penyakit kelamin, menurut kalian apakah mereka akan bercerita pada bapak atau ibunya?
Gak bakalan! Ngerokok aja dimarahin apa lagi kena penyakit kelamin. Pasti mereka akan berbagi rahasia itu pada temannya dan minta bantuan dari mereka. Orang tua tidak akan pernah tau, kalo sampe tau pun pastinya akan menjadi orang terakhir yang mendapat berita itu.
Nah, Ilham, pernah cerita pada saya bahwa dia waktu SMA kena penyakit kelamin. Untunglah dia sangat dekat dengan bapaknya. Walaupun sangat takut dan sungkan, dia memberanikan diri bercerita pada bapaknya. Dan Alhamdulillah, walaupun awalnya bapaknya ngamuk, Ilham pergi ke dokter dianter sendiri oleh ayahnya dan akhirnya sembuh. Dan sejak peristiwa itu, hubungan keduanya malah semakin akrab. Kenapa? Karena mereka telah berbagi rahasia. Kedekatan sebuah pertemanan dapat diukur dari seberapa banyak rahasia yang telah mereka bagi satu sama lain.
Kenapa Ilham berani bercerita pada bapaknya? Perlu digarisbawahi bahwa Ilham tidak menceritakan masalah yang dia alami pada bapaknya. Ilham meminta pertolongan pada temannya dan alhamdulillah temannya itu kebetulan juga adalah bapaknya. Artinya Si Bapak memainkan dua karakter, yaitu sebagai bapak dan juga sebagai teman anaknya.
Ngedenger cerita Ilham, jantung saya langsung bergidik. Dalam hati saya berdoa, semoga anak saya gak akan pernah melakukan kekhilafan sejauh itu. Tapi terbersit juga pertanyaan di kepala saya, kalo seandainya terjadi, apakah anak saya akan berani menceritakan masalah seberat itu pada saya? Pada bapak kandungnya? Hiiiii ngebayanginnya aja saya gak berani. Tapi hikmah yang saya ambil dari pengalaman Ilham, saya mencoba merevisi hubungan agar saya tidak cuma berfungsi sebagai ayah tapi juga sebagai teman.
Bagaimana hubungan pertemanan di perusahaan? Dalam hubungan professional pun rasanya sama aja. Ketika boss memperlakukan anak buahnya seperti teman, pastilah Si Boss akan menjadi atasan ideal. Dia akan dicintai oleh anak buahnya. Prestasi para staff akan mencapai hasil yang maksimal karena mereka bisa fokus bekerja tanpa gangguan stress yang biasanya datang dari para boss. Khusus untuk hal ini tentu saja dibutuhkan kebijaksanaan dari kedua belah pihak. Artinya Si Anak buah juga jangan sampe ngelunjak ketika mendapat perlakuan seperti itu dari bossnya.
Sekarang coba kalian cari lagi hubungan yang lain. Apakah semuanya akan menjadi ideal ketika hubungan mereka menjadi hubungan pertemanan? Saya sangat yakin begitu. Kalo nggak, tolong buktikan kalo saya salah.
"Bud, gue balik dulu, ya?" Tiba-tiba suara Ilham membangunkan saya dari lamunan.
"Kok, tumben cepet pulang, Ham? Belum juga jam 1," sahut saya.
"Bokap gue ada meeting jam 8, katanya. Malem sabtu deh kita ketemu lagi. Okay?" jawab Ilham.
"Okay, Ham! Ngomong-ngomong, bokap lo mana?"
"He is throwing his little water away." Jawaban Ilham membuat saya kebingungan.
"Apaan tuh artinya?" tanya saya lagi.
"Dia sedang buang air kecil, Hahahahaha......" jawab Ilham diikuti tawanya yang  berderai-derai.
"Hahahahahahaha...." Semua orang yang ngedenger jawaban Ilham ikutan ngakak ngedenger joke teman saya ini.
"Yuk, Ham. Kita pulang," sekonyong-konyong Bapaknya Ilham dateng menghampiri.
"Okay, old man," sahut Ilham lalu berpaling ke rombongan saya, "Bye, Bud. Bye guys. I love you all."
Ngeliat keduanya jalan udah rada doyong, saya langsung bertanya, "Siapa yang nyetir, tuh?"
"Kita pake supir kok, Bud. Thanks for asking," kata Ilham.
"Wuiiiih...well planned banget lo berdua kalo dugem, ya?" kata saya sambil mengacungkan jempol ke arah mereka berdua.
"Bokap udah mikirin segalanya. He is my best friend!" kata Ilham.
Mendengar ucapan anaknya, Si Bapak tersenyum lalu merangkul Ilham di pundak dan Ilham pun membalas rangkulan Sang Ayah kemudian mereka berjalan menuju pintu ke luar. Sepanjang perjalanan ke mobil, bapak dan anak itu bernyanyi kenceng banget. Sebuah lagu yang sering saya denger di film-film kartun.
For he's a jolly good fellow, for he's a jolly good fellow
For he's a jolly good fellow, and nobody can deny!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H