Nawawi al-Bantani menulis Tafsir Marah Labid dalam bahasa Arab dan menggunakan sistem penulisan modern. Ia dikenal karena pendekatan fiqh dan tasawuf dalam penafsirannya, yang memberikan kontribusi signifikan pada perkembangan tafsir di abad ke-19.
4. Buya Hamka: Tafsir al-Azhar dan Konteks Sosial
Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah, atau Buya Hamka, lahir pada 17 Februari 1908 di Sumatera Barat. Ia adalah sastrawan dan ulama yang menulis Tafsir al-Azhar, sebuah tafsir yang mengedepankan konteks sosial masyarakat. Buya Hamka juga aktif dalam gerakan sosial dan politik.
Nama Buya Hamka sudah tidak asing lagi dalam dunia tafsir Al-Qur'an di Indonesia. Melalui Tafsir al-Azhar, ia menyampaikan ajaran Islam dengan bahasa yang indah dan mudah dipahami. Tafsirnya tidak hanya berisi interpretasi ayat-ayat Al-Qur'an, tetapi juga mengangkat isu-isu sosial yang relevan dengan masyarakat Melayu pada masanya.
5. Quraish Shihab: Membumikan Al-Qur'an
Lahir di Sumatera Selatan pada tahun 1944, Quraish Shihab adalah salah satu cendekiawan Muslim terkemuka di Indonesia. Tafsir al-Misbah, karyanya yang monumental, membahas Al-Qur'an dengan bahasa Indonesia yang lugas dan modern. Ia berhasil menghadirkan Al-Qur'an sebagai pedoman hidup yang dapat diakses oleh semua kalangan.
6. Moh E. Hasim: Pesan Al-Qur'an dalam Bahasa Sunda
Moh E. Hasim dari Sunda menyumbangkan Tafsir Ayat Suci Lenyepaneun, yang menjadi penghubung antara Al-Qur'an dan masyarakat Sunda. Melalui karyanya, ia menjaga kelestarian bahasa lokal sambil menyampaikan ajaran agama secara mendalam.
7. Abd al-Ra'uf al-Sinkili: Tafsir Jalalayn dalam Bahasa Melayu
Abd al-Ra'uf al-Sinkili dari Aceh adalah pelopor tafsir di Nusantara melalui karyanya Tarjuman al-Mustafid. Tafsir ini, yang diterjemahkan dari Tafsir Jalalayn, menjadi salah satu rujukan pertama yang menggunakan bahasa Melayu, sehingga mendekatkan pesan Al-Qur'an kepada masyarakat luas.
Pelajaran dari Tradisi Tafsir Nusantara
Keberagaman pendekatan dalam tafsir Nusantara mencerminkan fleksibilitas dan kedalaman Islam dalam merespons kebutuhan masyarakat lokal. Para ulama ini tidak hanya menjadi penerjemah ayat-ayat Al-Qur'an tetapi juga mediator yang menyampaikan pesan ilahi dalam bahasa yang akrab bagi masyarakatnya.