Menimbang Dampak Positif Layanan OTT
Dalam era digital yang semakin mengglobal, pergeseran dalam berbagai aspek kehidupan manusia sudah tidak dapat dihindari. Termasuk di dalamnya adalah dunia pendidikan yang telah merasakan dampak signifikan dari perkembangan teknologi informasi.
Salah satu hal yang mengemuka adalah penerapan layanan Over The Top (OTT) seperti Netflix dan YouTube dalam mendukung proses belajar mengajar. Namun, adopsi teknologi ini tentu saja mengundang berbagai pandangan dan pertanyaan.
Bagaimana sejatinya dampak penerapan layanan OTT bagi dunia pendidikan? Apakah ini merupakan langkah maju yang harus diterima dengan tangan terbuka?
Langkah awal dalam menggali dampak positif penerapan layanan OTT dalam pendidikan adalah memahami latar belakang di balik dorongan masyarakat beralih dari media konvensional ke media digital. Alasan utamanya adalah aksesibilitas yang jauh lebih mudah dan fleksibel.
Netflix dan YouTube, sebagai representasi dari layanan OTT, menghadirkan konten-konten edukatif yang dapat diakses kapan saja, di mana saja, dan oleh siapa saja. Ini memungkinkan para pelajar untuk belajar secara mandiri tanpa terikat waktu dan ruang yang kaku. Pelajaran-pelajaran yang dahulu hanya dapat diakses di dalam kelas, kini dapat diterima melalui perangkat ponsel atau laptop.
Kemudahan ini membawa dampak positif yang sangat berarti dalam dunia pendidikan. Sekolah-sekolah, terutama yang berada di daerah terpencil atau sulit dijangkau, dapat memanfaatkan layanan OTT untuk menghadirkan kurikulum yang lebih beragam dan terkini.
Materi-materi pembelajaran yang mungkin tidak tersedia secara fisik dapat diakses melalui platform digital ini. Hal ini membuka peluang untuk mengurangi kesenjangan akses pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan.
Selain itu, berbagai tontonan edukatif di layanan OTT juga dapat memancing minat belajar siswa. Dalam suasana yang lebih santai dan interaktif, siswa cenderung lebih mudah memahami konsep-konsep yang diajarkan.
Animasi, video dokumenter, dan materi visual lainnya dapat memperkaya cara penyampaian informasi yang sekaligus memicu imajinasi mereka. Ini tentu saja berdampak positif pada kualitas pembelajaran.
Namun, di tengah ragam manfaat, penerapan layanan OTT dalam dunia pendidikan juga perlu diikuti dengan kebijakan yang cermat. Meskipun platform ini menyajikan konten edukatif, tetap ada risiko bahwa siswa dapat terjerumus ke dalam konten yang tidak sesuai atau tidak mendidik.
Oleh karena itu, perlu adanya pengawasan dan pengendalian yang ketat dari pihak sekolah dan orangtua.
Tak hanya dalam proses belajar mengajar formal, layanan OTT juga memberikan peluang bagi pendidik untuk mengembangkan kreativitas mereka.
Guru-guru dapat menciptakan konten edukatif yang lebih menarik dan interaktif, menggabungkan animasi, visual, dan narasi yang menarik. Ini juga berdampak pada pembelajaran di luar kelas yang lebih menyenangkan dan efektif.
Kendati demikian, perlu diingat bahwa penerapan layanan OTT dalam pendidikan bukanlah jawaban untuk semua masalah. Terutama di Indonesia, di mana aksesibilitas infrastruktur dan perangkat teknologi belum merata, langkah ini mungkin belum sepenuhnya efektif.
Selain itu, layanan OTT juga masih memerlukan akses internet yang stabil, yang belum dapat dinikmati oleh semua kalangan.
Maka penerapan layanan OTT dalam dunia pendidikan menawarkan berbagai potensi positif yang tak dapat diabaikan. Fleksibilitas, aksesibilitas, dan interaktivitas yang ditawarkan oleh platform-platform ini membawa perubahan dalam cara kita belajar dan mengajar.
Namun, untuk memaksimalkan manfaatnya, dibutuhkan kerjasama antara pihak-pihak terkait, serta pengawasan yang cermat untuk menjaga kualitas dan keselamatan konten yang diakses oleh generasi penerus kita.
Potensi Dampak Negatif Layanan OTT
Trend digitalisasi semakin meluas dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam dunia hiburan dan informasi. Fenomena ini memicu perubahan dalam cara masyarakat mengakses konten, terutama melalui platform Over The Top (OTT) seperti Netflix dan Youtube.
Namun, upaya KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) untuk menyensor Netflix dan Youtube mengundang pertanyaan mendalam terkait implikasi negatif yang mungkin muncul, terutama dalam konteks pendidikan.
Kebijakan penyensoran yang diupayakan oleh KPI memiliki latar belakang alasan yang sah, yaitu perlunya pengawasan konten demi kepentingan moral dan etika. Namun, fenomena ini juga mencerminkan pergeseran paradigma masyarakat dalam mengonsumsi konten hiburan dan edukasi.
Kebijakan ini mencoba membawa konsep penyensoran yang selama ini diterapkan pada media konvensional seperti televisi, ke ranah digital yang jauh lebih kompleks dan luas.
Seiring dengan pertumbuhan media digital dan platform OTT, terdapat pula beragam konten edukatif yang diakses oleh pelajar dan masyarakat umum. Namun, upaya penyensoran yang tidak tepat dapat mengakibatkan berkurangnya ruang diskusi untuk konten edukatif yang bernilai.
Langkah ini berpotensi mengurangi akses informasi yang luas dan beragam, yang seharusnya merupakan modal dalam mengembangkan wawasan dan pengetahuan.
Asosiasi Televisi Nasional Indonesia (ATVNI) mendorong Kemkominfo untuk mengawasi konten-konten yang beredar di layanan OTT sebagai dampak dari fenomena Analog Switch Off.
Hal ini memberikan perspektif baru dalam dunia penyiaran, di mana persaingan bukan lagi antara TV dengan TV, melainkan antara TV dengan platform baru yang memiliki cakupan global. Namun, menghubungkan dampak ini dengan dunia pendidikan juga menjadi penting, karena mempengaruhi konten yang diakses oleh pelajar.
Sebagai pemain baru dalam dunia hiburan dan edukasi, platform digital menawarkan cara yang lebih fleksibel dan pribadi dalam mengakses konten. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa masyarakat, terutama generasi muda, mulai beralih dari media konvensional ke platform digital.
Namun, dalam skenario penyensoran yang berlebihan, potensi ini terancam terkikis, yang pada gilirannya berdampak pada kualitas pendidikan dan wawasan pelajar yang tidak utuh.
Pentingnya pengawasan konten edukatif di era digital tidak dapat disangkal. Namun, tantangan dalam melakukan pengawasan yang efektif sangat besar, mengingat luasnya platform digital dan beragamnya jenis konten yang ada.
Kebijakan penyensoran yang terlalu kasar berisiko mengekang inovasi dan kreativitas dalam pengembangan konten edukatif yang sesuai dengan kebutuhan pelajar.
Seiring dengan perubahan cara belajar yang semakin dinamis, platform OTT dapat menjadi sumber belajar alternatif yang bernilai. Konten-konten edukatif yang relevan dan berkualitas dapat diakses secara mudah, menjembatani kekurangan materi yang mungkin ada di lingkungan sekolah atau universitas.
Namun, langkah penyensoran yang berlebihan berpotensi mempersempit sumber belajar ini, yang pada akhirnya merugikan pelajar.
Kebijakan yang lebih bijak adalah dengan mendorong para edukator untuk menghasilkan konten edukatif yang menarik dan bermanfaat di platform digital.
Langkah ini tidak hanya meningkatkan kreativitas para edukator, tetapi juga memastikan tersedianya konten berkualitas untuk pelajar. Namun, dalam kenyataannya, edukator juga menghadapi kendala seperti keterbatasan sumber daya dan pengetahuan teknologi.
Sementara platform OTT dapat menjadi sarana belajar yang efektif, tetap ada kekhawatiran akan konten yang tidak bermutu dan tidak sesuai untuk pelajar.
Kebijakan yang diterapkan perlu memastikan bahwa konten edukatif yang disediakan memang bermutu dan relevan dengan kurikulum pendidikan. Hal ini menuntut kerja sama yang erat antara pemerintah, institusi pendidikan, dan penyedia platform digital.
Beragamnya gaya belajar pelajar menuntut adanya beragam jenis konten edukatif yang dapat diakses. Platform OTT memiliki potensi untuk mengakomodasi gaya belajar yang beragam ini. Namun, penyensoran yang berlebihan dapat mengurangi variasi konten yang tersedia, menghambat keuntungan dari beragam gaya belajar.
Dalam menghadapi dampak negatif dari kebijakan penyensoran terhadap platform OTT, langkah yang perlu diambil adalah kolaborasi antara pemerintah, industri pendidikan, dan penyedia platform digital.
Dengan membuka ruang dialog dan kerjasama, solusi yang lebih bijak dapat dihasilkan, yang menjaga akses terhadap konten edukatif berkualitas.
Edukator memiliki peran krusial dalam menghadapi perubahan ini. Pemberdayaan mereka dalam menghasilkan konten edukatif yang menarik dan bermutu perlu didukung oleh pelatihan dan sumber daya yang memadai. Pemerintah dan institusi pendidikan dapat berperan dalam memberikan dukungan ini.
Dalam menghadapi revolusi digital, kebijakan yang diambil perlu adaptif dan berimbang. Pengawasan dan penyensoran memang penting, tetapi tidak boleh mengorbankan akses terhadap konten edukatif yang berkualitas. Kebijakan harus mengakomodasi perubahan dinamika belajar dan teknologi.
Singkatnya, penyensoran terhadap platform OTT seperti Netflix dan Youtube dapat memiliki dampak negatif terhadap dunia pendidikan. Namun, dengan pendekatan yang bijak dan kolaboratif, dampak tersebut dapat diatasi. Diperlukan langkah-langkah yang tidak hanya melindungi moral dan etika, tetapi juga memberikan peluang untuk pengembangan konten edukatif yang inovatif dan bermutu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H