Kebijakan penyensoran yang diupayakan oleh KPI memiliki latar belakang alasan yang sah, yaitu perlunya pengawasan konten demi kepentingan moral dan etika. Namun, fenomena ini juga mencerminkan pergeseran paradigma masyarakat dalam mengonsumsi konten hiburan dan edukasi.
Kebijakan ini mencoba membawa konsep penyensoran yang selama ini diterapkan pada media konvensional seperti televisi, ke ranah digital yang jauh lebih kompleks dan luas.
Seiring dengan pertumbuhan media digital dan platform OTT, terdapat pula beragam konten edukatif yang diakses oleh pelajar dan masyarakat umum. Namun, upaya penyensoran yang tidak tepat dapat mengakibatkan berkurangnya ruang diskusi untuk konten edukatif yang bernilai.
Langkah ini berpotensi mengurangi akses informasi yang luas dan beragam, yang seharusnya merupakan modal dalam mengembangkan wawasan dan pengetahuan.
Asosiasi Televisi Nasional Indonesia (ATVNI) mendorong Kemkominfo untuk mengawasi konten-konten yang beredar di layanan OTT sebagai dampak dari fenomena Analog Switch Off.
Hal ini memberikan perspektif baru dalam dunia penyiaran, di mana persaingan bukan lagi antara TV dengan TV, melainkan antara TV dengan platform baru yang memiliki cakupan global. Namun, menghubungkan dampak ini dengan dunia pendidikan juga menjadi penting, karena mempengaruhi konten yang diakses oleh pelajar.
Sebagai pemain baru dalam dunia hiburan dan edukasi, platform digital menawarkan cara yang lebih fleksibel dan pribadi dalam mengakses konten. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa masyarakat, terutama generasi muda, mulai beralih dari media konvensional ke platform digital.
Namun, dalam skenario penyensoran yang berlebihan, potensi ini terancam terkikis, yang pada gilirannya berdampak pada kualitas pendidikan dan wawasan pelajar yang tidak utuh.
Pentingnya pengawasan konten edukatif di era digital tidak dapat disangkal. Namun, tantangan dalam melakukan pengawasan yang efektif sangat besar, mengingat luasnya platform digital dan beragamnya jenis konten yang ada.
Kebijakan penyensoran yang terlalu kasar berisiko mengekang inovasi dan kreativitas dalam pengembangan konten edukatif yang sesuai dengan kebutuhan pelajar.
Seiring dengan perubahan cara belajar yang semakin dinamis, platform OTT dapat menjadi sumber belajar alternatif yang bernilai. Konten-konten edukatif yang relevan dan berkualitas dapat diakses secara mudah, menjembatani kekurangan materi yang mungkin ada di lingkungan sekolah atau universitas.
Namun, langkah penyensoran yang berlebihan berpotensi mempersempit sumber belajar ini, yang pada akhirnya merugikan pelajar.
Kebijakan yang lebih bijak adalah dengan mendorong para edukator untuk menghasilkan konten edukatif yang menarik dan bermanfaat di platform digital.
Langkah ini tidak hanya meningkatkan kreativitas para edukator, tetapi juga memastikan tersedianya konten berkualitas untuk pelajar. Namun, dalam kenyataannya, edukator juga menghadapi kendala seperti keterbatasan sumber daya dan pengetahuan teknologi.