Mohon tunggu...
budi hatees
budi hatees Mohon Tunggu... -

Budi Hutasuhut atau Budi Hatees, lahir 3 Juni 1972 di Sipirok.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Giwang untuk Istri

16 September 2012   03:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:24 1866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sudah terlalu tua, sudah penuh tambalan. Aku tak punya duit untuk beli yang baru." Suara suaminya begitu datar. "Kalau pun punya, tidak akan cukup. Ban itu sudah tipis, harus diganti yang baru."

Si istri diam. Ia membayangkan berapa rupiah yang harus dikeluarkan.  Ia menghampiri suaminya sambil membawa segelas air putih hangat. Suaminya tersenyum, tapi terasa sangat dingin. Ada kesal di sana seperti membeku di sudut bibirnya. Ada gerutu di sana, seperti memaki nasib yang tak kunjung bercahaya. Ia tegakkan kepala untuk menatap mata istrinya, menatap ada atau tidak genangan kesedihan mengambang di sana. Dan, mendadak, matanya menangkap telinga istrinya.

"Kemana giwangmu, istriku. Kenapa cuma sebelah?" tanyanya.

Giwang di telinga kanan istrinya tidak ada lagi. Giwang itu jatuh ke dalam sumur saat istrinya menimba air beberapa jam lalu.

Ditanya begitu, istrinya menunduk. Sebetulnya ia ingin menceritakan soal giwang itu. Ia sangat sedih karena kehilangan satu-satunya perhiasan yang dimilikinya. Giwang itu sangat tipis, cuma beberapa gram, dan itu pemberian suaminya saat pertama kali mereka berkenalan. Ia selalu menjaganya, sangat menjaganya. Tapi, hari ini, ia betul-betul tak bisa menjaganya.

"Saya juga ketiban sial hari ini," katanya. "Saat menimba air di sumur, giwang itu lepas dan jatuh."

Tiba-tiba si suami tertawa.

"Kenapa?" tanya si istri.

"Saya geli. Dalam situasi miskin seperti ini, Tuhan masih menautkan kita dalam nasib sial yang sama."

Si istri tertawa.

Suami dan istri itu sama-sama tertawa. Tapi, jauh di dalam bola mata mereka, ada kesedihan yang dalam. Ada luka yang teramat nganga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun