Di suatu desa yang tenang, Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal adalah sahabat yang sudah seperti keluarga. Mereka sering berkumpul di sebuah warung kopi kecil di pinggir jalan, berbagi cerita, dan saling memberi nasihat. Namun, satu sore, obrolan mereka berputar di sekitar topik yang lebih serius: pengalaman hidup.
Kobar, yang dikenal suka menggampangkan segala hal, bersandar di kursinya dan berkata, "Teman-teman, kenapa kita harus repot-repot belajar dari pengalaman? Hidup ini harusnya menyenangkan! Kenapa tidak kita nikmati saja?"
Kahar, yang lebih realistis, menjawab, "Kobar, pengalaman itu penting! Tanpa pengalaman, kita tidak akan belajar. Misalnya, aku pernah jatuh dari sepeda waktu kecil. Sekarang, aku lebih hati-hati setiap kali bersepeda."
"Ah, itu cuma jatuh dari sepeda. Aku lebih memilih berpetualang dan merasakan segala hal!" Kobar menantang.
Badu, yang sering jadi penengah, mencoba menjelaskan. "Kobar, belajar dari pengalaman itu seperti mengumpulkan batu-batu berharga. Setiap pengalaman, baik atau buruk, memberi kita pelajaran. Coba ingat pengalaman kita saat camping tahun lalu!"
Rijal mengangguk, "Iya, ingat waktu kita terjebak di hutan karena tersesat? Itu pengalaman yang sangat berharga!"
Kobar merespons, "Tapi aku tidak merasa itu berharga. Kita hanya duduk menunggu hingga pagi, berusaha agar tidak diserang nyamuk!"
Kahar menambahkan, "Tapi kita belajar untuk selalu membawa peta dan tidak percaya pada GPS saja. Itu pengalaman yang berharga!"
Mendengar penjelasan teman-temannya, Kobar berpikir. "Baiklah, ayo kita buat eksperimen! Kita ambil satu pengalaman yang sama dan kita lihat bagaimana itu mempengaruhi kita. Siapa yang bisa belajar lebih baik dari pengalaman itu?"
"Setuju!" teriak Badu bersemangat. "Mari kita camping lagi, kali ini kita akan lebih siap!"