Di Desa Ceria, terdapat sebuah sekolah yang cukup terkenal, yaitu SMP Budi. Sekolah ini tak hanya dikenal karena lokasinya yang strategis, tetapi juga karena para siswanya yang selalu ceria dan penuh tawa. Di antara siswa-siswa tersebut, ada empat sahabat: Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal. Mereka adalah remaja yang penuh semangat, meski memiliki kebiasaan unik: bersekolah tanpa pernah belajar.
Suatu pagi, saat pelajaran matematika berlangsung, mereka berkumpul di bawah pohon mangga yang rindang. "Eh, kalian dengar? Ada rumor kalau besok ada ujian!" kata Kobar dengan penuh semangat.
Kahar menjawab dengan santai, "Ujian? Ah, tenang saja! Kita kan sudah jago mengandalkan keberuntungan."
Badu tertawa. "Iya, bukankah kita sudah sekolah selama ini? Pasti bisa jawab beberapa pertanyaan. Yang penting, jangan lupa berdoa sebelum ujian."
Rijal mengangguk setuju. "Dan jangan lupa untuk bawa permen! Siapa tahu, bisa membantu kita lebih fokus---atau setidaknya, bikin kita senang saat ujian!"
Ketika bel berbunyi menandakan berakhirnya jam pelajaran, mereka kembali ke kelas. Ibu guru, Bu Rani, sedang mempersiapkan soal ujian. Dia terlihat serius, berbeda dengan suasana di luar kelas yang penuh canda tawa.
Di dalam kelas, ketika Bu Rani mengumumkan ujian, suasana menjadi tegang. "Baiklah, anak-anak! Siapkan buku kalian dan mari kita mulai ujian matematika!"
Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal berpandangan, tidak tahu harus bagaimana. Mereka tidak membawa buku, apalagi belajar untuk ujian. Namun, di tengah kebingungan itu, Kobar memiliki ide brilian. "Bagaimana kalau kita saling mencontek? Pasti ada satu atau dua jawaban yang benar."
Mereka pun mulai menyusun rencana. Kahar duduk di depan, Badu di sampingnya, dan Rijal di belakang. Kobar duduk di dekat jendela agar bisa melihat jawaban teman-temannya.
Saat ujian dimulai, Bu Rani mengawasi dengan ketat. Sementara itu, Kobar melihat Kahar yang terlihat sangat serius menulis. "Wah, Kahar pasti dapat banyak jawaban, ya!" pikir Kobar.