Namun, ketika Kobar mencoba mencontek, ia malah terperangkap dalam situasi konyol. Bukannya menyalin jawaban, ia malah menyalin catatan Kahar yang berisi: "Makan siang enak, minum es teh manis."
Sementara itu, Badu yang duduk di samping Kahar mengeluh, "Eh, Kahar! Jawabanmu kok tidak bisa dipakai? Aku bingung ini!"
Kahar, yang tak mau kehilangan kesempatan, berusaha mencari jawaban di buku temannya. Namun, alih-alih menemukan jawaban, ia malah menemukan gambar kartun konyol yang digambar oleh Rijal. "Hah? Ini bukan soal matematika!" teriaknya.
Ketika Bu Rani berkeliling memeriksa pekerjaan siswa, Kobar dan teman-temannya berusaha mengalihkan perhatian. Mereka mulai mengobrol dengan suara pelan, berharap Bu Rani tidak mendengar.
"Bisa-bisa kita gagal total nih!" kata Rijal.
"Tenang! Kita kan sudah bersekolah. Pasti ada ilmu yang tertinggal di kepala kita!" Kobar berusaha optimis.
Namun, ketika Bu Rani tiba di meja mereka, dia langsung mencium kebohongan di wajah mereka. "Anak-anak, kenapa kalian tidak serius? Ujian ini penting!"
Badu menjawab, "Iya, Bu. Kami sudah belajar, tapi sepertinya semua ilmu itu terbang entah ke mana."
Bu Rani menatap mereka. "Sekolah itu bukan hanya untuk hadir di kelas, tetapi juga untuk belajar dan memahami materi. Kalian perlu berusaha lebih!"
Setelah ujian berakhir, Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal berkumpul di lapangan sekolah. Mereka terlihat kecewa dengan hasil ujian mereka. "Sepertinya kita harus lebih serius, deh," kata Kahar.
"Iya, tapi belajar itu membosankan!" keluh Badu.