seperti melukis dengan warnaÂ
yang tersisa,Â
setiap suapan adalah puisiÂ
yang tertinggalÂ
di antara kata-kata yang hilang.
Kota ini menutupi wajahnyaÂ
dengan pelapis emas dan kaca,Â
sementara kami terabaikan,Â
ditempatkan di pinggir,Â
seperti noda yang tak bisaÂ
hilang di wajahÂ
yang selalu tersenyum.
Saat pagi tiba,Â
kami mengangkat harapanÂ
dari jalanan yang basah,Â
mengumpulkan serpihan impianÂ
yang mungkin tak pernahÂ
kembali utuh,Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!