Paling tidak, malam hari penduduk negara pulau bisa tidur dengan gelisah menahan lapar. Sebagian mencurahkan hati kepada mesin kecerdasan buatan (AI) atas pelakbanan mulut-mulut.
Pada keesokan hari, cuaca cerah. Tak berawan. Angin sepoi-sepoi. Ombak menari-nari gemulai di tepi pantai. Laut tampak tenang, tapi, tapi ..., sebuah pemandangan menggetarkan membuat warga menganga.Â
Mereka mendekati tepi laut demi melihat lebih jelas. Kurang lebih satu mil dari garis pantai tampak sebentuk pagar memanjang. Tidak terdeteksi berapa bujur jauhnya.
Beberapa orang menaiki perahu. Memeriksa lebih dekat. Ternyata pagar terdiri dari bilah-bilah bambu yang ditancapkan ke dasar. Kemudian mereka menyadari, betapa panjang pagar bambu serupa jembatan sempit itu. Kira-kira puluhan kilometer.
Misterius! Padahal rasanya kemarin belum ada, sekarang ada pagar. Butuh tenaga dan biaya luar biasa besar untuk membangun bangunan seperti itu dalam waktu semalam.
Bandung Bondowoso? Jangan terlalu berpikir terlalu jauh! Ia hanya ada di dalam cerita legenda yang bukan kenyataan sejarah.
Keberadaan pagar laut menjadi teka-teki baru, setelah misteri mulut-mulut dilakban.
Lantas, siapa yang menancapkan bambu-bambu ke dasar laut? Atau, siapa yang demikian kaya dan berkuasa telah menyuruh membuat pagar itu?
Jangan bertanya ke rakyat, aparat, pejabat, hingga presiden dari Negara Pulau yang bungkam karena mulut-mulut mereka dilakban. Tanyalah kepada ... anu. Ya, anu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H