O iya, perlu diinformasikan bahwa perbincangan di antara mereka tidak terdeteksi oleh telinga manusia biasa, kecuali yang memiliki kepekaan.
Alkisah, seorang tetangga menghibahi pria yang semula belum gosong itu sebuah ransel hitam berkelim merah.
Kondisi tas bagus. Jahitan masih utuh. Warna belum pudar. Sepertinya, sang pemilik belum atau jarang menggunakannya.
Masalahnya, saking lama tersimpan maka ritsleting utama maupun di kantong depan pada macet. Mereka tidak bergeser, kendati pria yang semula belum gosong menarik-nariknya.
Tidak menyerah begitu saja, ia meneteskan minyak bekas menggoreng ke gerigi ritsleting. Bau ikan asin menguar, tetapi kepala penutup ransel itu enggan bergeser.
Ia bangkit, menuju sepeda motor di bilik tamu tanpa meja kursi.
Sebetulnya, ruang itu terbentuk karena disekat tripleks. Rumah petak itu tadinya blong. Jadi sekarang ada ruang tamu, kamar, sepotong dapur. Paling belakang dan sudah memakai dinding batako adalah kamar mandi tanpa pintu.
Pria yang semula belum gosong memutar tutup oli mesin. Memasukkan sapu lidi agar cairan hitam kental ikut bersamanya. Dengan cepat ia membawa ke ransel, meneteskannya ke gerigi ritsleting.
Ia mengulang perbuatannya beberapa kali. Meski sudah dilumasi, ritsleting tidak juga bisa digerakkan.
Persoalan bertambah. Aroma ikan asin berganti dengan bau sangit. Oli membasahi terpal pembentuk ransel. Kotor, lengket, dan licin.
Pria yang semula belum gosong mengelap tangan tercemar. Bangkit lagi untuk menyedot bensin sepeda motor. Dengan minyak mudah menguap ia membersikan noda oli dari ransel. Seketika gas menyengat memenuhi ruang pengap.