Hati panas mobil baru mengerakkannya lebih cepat, berusaha mengambil alih posisi dari mobil tua kurang ajar. Namun, napasnya tidak cukup panjang untuk mengejar mobil tua, sekalipun mendekati, meskipun pedal gas telah menyentuh lantai.
Mobil lebih baru menyerah. Joni melirik spion tengah. Semringah meliputi wajahnya.
Mobil-mobil lebih baru lainnya terengah-engah dan takjub, betapa sulit menyaingi kecepatan mobil tua itu.
Joni tidak peduli, tidak pernah peduli, dan tidak mau tahu dengan keheranan para pengguna jalan. Pokoknya ia menikmati mesin bertenaga buas yang terpasang di bawah kap mobilnya.
Ada saatnya menurunkan kecepatan. Kaki bertahap diangkat dari pedal gas. Gigi persneling diturunkan. Masih terlalu cepat, karena berat bodi turut mendorong laju kendaraan.
Lampu merah, di mana mulai tampak membesar sejumlah mobil dan motor yang sedang berhenti. Mobil lawas masih melaju.
Joni memindahkan kaki ke pedal yang berada di tengah, yang diapit oleh pedal gas dan pedal kopling. Masih melaju. Panik melanda.
Sementara itu, Pak Mamat terperanjat. Di tangan terdapat kunci almari. Itu menerbangkannya ke dalam rumah, membuka almari, dan terperangah melihat isinya.
Segera ia meraih telepon genggam, mengetuk layar, dan semuanya sudah terlambat.***
[1] Parung, Kabupaten Bogor, terdapat tempat-tempat tumpukan mobil tua; berjarak sekitar 30 km dari Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H