Bahkan tanpa tambahan penyedap buatan, masakan berempah sudah membuat lidah bergoyang. Olahan kaya rasa berkat rimpang, umbi, batang, kulit, buah, biji, dan daun dari berbagai jenis tanaman yang umumnya tumbuh di perut Ibu Pertiwi.
Menukil KBBI, rempah adalah beragam hasil tanaman yang beraroma.
Wangi aroma rempah (cengkih, pala, lada) menguar dari bumi Nusantara menggugah pelaut daratan Eropa --Portugal, Spanyol, Belanda, dan lainnya-- berdatangan berabad-abad lampau [1].
Terdapat bemacam rempah Nusantara, yang menjadi penyedap alami aneka masakan Indonesia. Kunyit, jahe, lengkuas, bawang, serai, kulit pohon kayu manis, buah asam Jawa, andaliman, daun salam untuk menyebut di antaranya.
Berkat pencampuran rempah-rempah dalam jumlah terukur dengan takaran tepat, pada bahan (daging sapi, daging unggas, ikan, sayur) yang dipilih cermat, umumnya hidangan Indonesia memiliki cita rasa kaya yang sangat lezat.
Beberapa masakan berempah yang pernah dicicipi kelezatannya adalah:
- Masakan Padang, lazimnya sangat terasa kandungan rempahnya. Rendang, gulai tunjang, gulai kepala ikan kakap adalah sebagian hidangan favorit.
- Rawon. Sup daging dengan kuah berwarna gelap, berkat campuran keluak dan berbagai rempah.
- Soto Lamongan. Sup daging sapi atau ayam. Terasa rempah di dalam kuahnya, menghangatkan dan menyehatkan.
- Sop Konro dan Coto Makassar. Amboi, rasanya tak terlupakan!
- Topak Ladeh Bangkalan, Madura. Masakan daging yang berkuah dengan hampir semua jenis rempah ada di dalamnya. Diolah setahun sekali di sekitar Idul Fitri.
Rasa-rasanya, masih ada lagi hidangan belum disebut.
Aha! Ada satu masakan berempah yang untuk pertama dan (mungkin) terakhir kalinya saya santap.
Dua puluh tahun lalu seorang kawan baik mengajak saya berkeliling Sumatera Utara. Tujuan terakhir adalah satu lokasi perkebunan sawit di Turangie, Kabupaten Langkat. Kami menginap di mes sebuah perusahaan perkebunan sawit, karet, cokelat, teh.
Di situlah saya mendapatkan pengalaman rasa yang tak terlupakan. Juru masak menghidangkan sajian pada nampan lonjong: ikan berbentuk pipih, sisik warna keperakan, dan memanjang kira-kira 40 sentimeter. Tampak sayur dan sedikit kuah. Darinya menguar wangi rempah.
Kata tuan rumah, hidangan istimewa untuk tamu perusahaan. Zaman dulu disajikan untuk raja-raja dan pembesar. "Namanya, ikan jurung-jurung," lanjutnya.
Saya baru mendengarnya.
Ikan jurung umumnya ditemukan di sungai-sungai di Sumatera Utara hingga Aceh. Warga setempat biasanya menangkap dengan cara memancing dan menjalanya. Ikan itu aktif pada malam hari di sungai-sungai jernih, yang cenderung berbatu dan beraliran cukup deras (sumber).
Ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Waktu itu, tahun 2004, ikan jurung segar berharga Rp125.000 per kilogram.
Sepertinya ikan jurung dimasak arsik, setelah melihat kuahnya yang berwarna kekuningan dan mengepulkan aroma khas.
Kemudian sebuah tayangan "Masak Arsik Ikan Jurung" di YouTube kanal @D_Torang88 menegaskan simpulan di atas. Dari situ diperoleh gambaran cara memasak arsik ikan jurung.
Bahan
- Ikan jurung.
- Daun singkong atau kacang panjang.
Bumbu
- Bawang merah, bawang putih, jahe, lengkuas, buah kecombrang, cabai rawit, dan andaliman dihaluskan.
- Kunyit bubuk.
- Memarkan dan simpulkan batang serai.
- Bunga kecombrang dipotong memanjang jadi empat.
- Potong-potong 3-4 sentimer batang kecombrang.
- Garam
Cara Memasak
- Letakkan pada kuali batang serai, sayur, dan ikan jurung.
- Taburkan merata kunyit bubuk.
- Bumbu halus diaduk bersama bunga kecombrang dan air lalu disiramkan merata.
- Tambahkan air secukupnya.
Dalam tayangan tersebut tidak terlihat penambahan bumbu penyedap buatan. Kombinasi beragam rempah dengan takaran tepat merupakan kunci kelezatan masakan.
Kembali ke mesin lorong waktu. Penjelajahan rasa olahan ikan jurung meninggalkan kesan mendalam. Aroma rempah menguar. Rasa enak menjajah lidah. Hingga kini kelembutan dagingnya melekat dalam ingatan.
Daging ikan jurung sendiri berwarna putih, tercecap lembut di lidah, dan menghadirkan rasa gurih sedikit manis. Bisa jadi karena baru dipancing dari sungai.
Ikan jurung diolah dengan berjenis rempah digabung dengan kecombrang dan andaliman, menciptakan olahan yang terasa sangat lezat. Harmoni rasa gurih, asam, segar, pedas, dan sedikit getir membentuk keselarasan rasa yang luar biasa..
Daging, bahkan yang melekat pada tulang dan yang mengisi rongga kepalanya, disantap habis. Sisik keperakan yang juga lembut turut masuk mulut, tidak dibuang sebelum diolah.Â
Menurut tuan rumah, sisik ikan jurung berkhasiat menurunkan kadar asam urat dalam tubuh.
Saya tidak memikirkannya. Pastinya, pada piring lonjong hanya tersisa tulang-belulang dan kepala sudah remuk. Kuah berikut daun dan bumbu lesap, kecuali batang serai.Â
Tinggal lidah-lidah menjilati jari masing-masing, hingga tiada apa pun tersisa. Tanpa bicara, rasa puas memancar dari wajah-wajah kekenyangan.
Ikan jurung dari Sungai Asahan, Sumatera Selatan memang istimewa. Pantas saja ia dihidangkan bagi raja-raja dan pada masa lampau. Diolah dengan bumbu khas, arsik ikan jurung menjadi masakan berempah yang tak terlupakan.
Olahan ikan dan racikan beragam rempah dengan takaran tepat menghadirkan kelezatan eksotis. Saya angkat jempol untuk sang juru masak.
[1] "Jalur Rempah Nusantara: Kisah Aroma Nusantara Pemikat Dunia", Kompas Media Nusantara, Penerbit Buku Kompas, 2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H