Semalaman langit menurunkan hujan. Entah jam berapa berhenti. Selusup angin melalui kisi-kisi membuat seorang pria kecil menarik kain penutup tubuh.
"Asholatu khairum minan naum," seruan berkumandang. Endra menutup kuping dengan ujung selimut.Â
Pagi yang terlalu cepat datang menyadarkannya dari lelap. Namun, mata masih terbebani kelopak yang enggan memandang angka pada lonceng terpasang di dinding. Udara dingin mengantarkan rasa malas kepada anak kelas tiga Sekolah Dasar itu.
Ditambah, ingatan tentang Bu Ayu membuatnya enggan bangkit dari tempat tidur, mandi dan mengambil air wudu, sarapan, dan berangkat sekolah. Dendam terlalu menumpuk, sehingga menumbuhkan kebencian pada guru kelasnya itu.
Ya! Pada hari ke dua dalam minggu ini Endra sangat malas bergerak ke sekolah, setelah kekesalan kepada sang guru memuncak pada Jumat pekan lalu. Berkali-kali Endra mendapatkan teguran dari Bu Ayu, meski ia tidak melakukan kesalahan berarti.
Bosan. Rasa bosan kerap menghinggapi Endra. Demi menghalau kebosanan, ia bercakap dengan teman di sebelahnya yang serius menyimak gerakan tangan Bu Ayu menggores kapur pada papan hitam.
Kesal karena tidak dihiraukan, Endra mulai melempar lipatan halaman yang tadi disobek dari buku tulis. Sesaat kapal terbang kertas melayang dan mendarat pada kepala Elok, yang kemudian berteriak.
Sontak Bu Ayu menoleh, "Elok! Bisa diam?"
"Itu Bu. Endra main lempar-lempar pesawat-pesawatan," Elok mengadu. Hampir menangis, melihat Endra menjulurkan ujung lidah sambil mengepakkan dua telapak tangan di belakang telinga.
"Benar demikian?"