Teman-teman Endra bertambah: kodok berkaki pendek dengan lompatan tidak jauh; katak yang bisa melompat lebih jauh sebab kakinya panjang; kelelawar yang tidur menggantung dan menjawab dengan malas; bunglon si ahli mengubah warna kulit; dan banyak lagi.
Kini hidup Endra penuh warna. Seharian bermain dengan teman-temannya, hingga perutnya berbunyi tanda minta diisi. Lupa membawa bekal menjadi soal besar.
"Aku lapar."
Kelinci tersenyum, "Jangan khawatir aku bisa carikan daun-daun segar dan lobak"
Mata Endra membuka, tetapi sejenak kemudian redup lagi demi melihat kelinci memakannya tanpa dimasak. Melihat bekal hewan-hewan lain, sontak selera Endra lenyap dibawa aliran sungai ke muara.
Sesosok tubuh panjang dengan sisik kasar dan keras bagai batu menyembul di permukaan. Dari moncongnya yang panjang ia menyunggingkan senyum, sambil menyorotkan sinar mata ancaman kepada kelinci dan hewan-hewan.
"Mau ayam bakar?"
"Mau! Mau banget!"
"Kalau begitu, ikut aku ke tempat persediaan makanan," ekor panjang dan empat tungkai pendek reptilia bertubuh besar itu menyibak air.
Buaya perlahan menyusuri air, menyesuaikan dengan kecepatan jalan Endra.
Tiba di sarang dimaksud, terlihat tumpukan ayam utuh dan segar. Sedikit kecewa, Endra berkata, "Belum dimasak, mana ayam bakarnya?"