Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Gagal Menyantap Soto Setiabudi, Soto Semarang pun Jadi

6 November 2024   08:08 Diperbarui: 6 November 2024   08:30 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain di Jalan Raya Sindang Barang, warung sempat memiliki cabang di daerah Semplak. Tak jauh dari Pangkalan TNI AU Atang Sendjaja. Namun, pandemi covid-19 menutup usaha di tempat tersebut.

Satu keluarga, suami istri bersama satu putranya, menikmati hidangan. Penjual berbincang dengan sang bapak dalam Bahasa Semarangan. Rupanya, pelanggan cabang usaha di Semplak yang mencari sampai Sindang Barang (6,6kilometer dari Semplak).

Penjual yang rumahnya tak jauh dari lokasi usaha juga berbahasa Kromo, kepada saya yang tergegap-gegap. Sesekali bisa menimpali, lebih banyak berbahasa Indonesia. Maklum, saya berada lama di lingkungan warga yang mayoritas menggunakan Bahasa Sunda dan Indonesia.

Mengamati daftar menu, saya penasaran dengan nasi mangut. Ternyata habis. Demikian pula dengan mi kopyok dan tahu gimbal. Laris. Atau, persediaannya memang sedikit sehingga cepat habis. Lain kali mungkin lebih beruntung.

Soto Semarang menjadi pilihan. Bukan pertama kali menyantapnya. Sekitar dua puluh tahun lalu saya dan tim membenahi satu Restaurant & Cafe di Jalan Diponegoro, Semarang. Selama tiga bulan bolak balik Jakarta-Semarang, tidak jarang menginap di sekitar lokasi.

Saat menginap, saya mampir ke satu warung sederhana. Sarapan soto ayam, yang kemudian saya mengetahui bahwa itu soto khas Semarang. Pengalaman pertama sangatlah berkesan, membuat ketagihan menyantapnya.

Dua dekade kemudian saya melihat spanduk "Soto Semarang" di Kota Bogor. Mungkin satu-satunya di Kota Hujan. Tak menyia-nyiakan kesempatan langka, saya mampir untuk mencicipinya lagi

Pada papan di pikulan, penjual mengisi mangkuk dengan nasi putih, suwiran ayam, tauge, soun, bawang putih goreng. Ke dalamnya disiramkan kuah panas yang disauk dari dandang di satu sisi.

Sepintas, penampilan soto Semarang tidak jauh berbeda dengan soto Kudus. Ukuran cawan lebih kecil dari mangkuk bakso. Sendok bebek. Nasi campur isian dan kuah.

Umumnya warga Kota Bogor tidak terbiasa dengan masakan berkuah disajikan dalam satu wadah. Maunya, nasi terpisah dengan soto. Sang penjual menyesuaikan bila ada pembeli yang meminta demikian.

Dugaan saya, kebanyakan pelanggan berasal dari Jawa Tengah atau mereka yang pernah merasakan kesegaran soto Semarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun