Maka dengan sungguh-sungguh dengan tidak bermasud pura-pura, pria tersebut melepas jaketnya, menyampirkannya ke badan dingin sang gadis. Toh, masih ada baju lumayan tebal untuk melindungi tubuh Baskoro dari serangan hawa dingin.
"Teman-temanmu sudah terlelap?"
Kegelapan menyamarkan anggukan. Terlihat Sari menyibak gelombang rambut yang menutupi keningnya, "Aku ... Aku sedang menghirup udara segar yang muncul dari air berjatuhan, sekalian menikmati heningnya malam."
"Saya mengganggu?"
"O, tidak, tidak. Tidak sama sekali. Bukankah kita mempunyai masalah sama?"
"Maksudmu ...?"
"Aku juga butuh ketenangan. Butuh pelarian untuk melupakan."
Baskoro menarik napas dalam-dalam lalu membatin, hey, dari mana ia bisa tahu? Bisa membaca pikiran?
"Aku tahu. Kau telah ditinggalkannya. Aku juga."
Baskoro menunduk. Tiba-tiba pedih melanda. Awan kelabu yang hampir berhasil disingkirkan menyembul kembali.
Lalu pria itu berkata lirih, "Entah, kenapa ia tidak mampu mengatasi keadaan. Meninggalkan begitu saja. Saya tahu, ia tidak berdaya. Ia berada dalam kungkungan keluarga, tapi masak sih tidak sanggup berontak?"