Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bos Lebih Besar dari Bos Besar

8 Juli 2024   07:16 Diperbarui: 8 Juli 2024   08:06 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. KONGSI/Kompasiana

Bos besar duduk di sudut. Geram tersamar temaram. Namun remang tidak lantas menyembunyikan mata menyala. Garang.

Baskoro menunduk, menyesali segala kekacauan akibat tidak berlaku cermat.

Ingatannya menyodorkan potongan cerita: dalam perjalanan pulang dari Paramon ia menelepon satu staf. Mengingatkannya agar besok sebelum pukul 8 pagi pemasukan dokumen lelang sudah beres.

Baca juga: Pemimpin Favorit

"Siap Pak! Sebelum azan subuh dokumen lengkap sudah diunggah."

"Pasti?"

"Biasanya jam segitu akses ke web masih longgar."

Perlahan Baskoro meniti Sabtu malam menuju dini hari. Setibanya di rumah, ia gosok gigi, cuci muka, berganti pakaian, lalu merebahkan diri.

Kopi esok pagi gagal mengusir kepak-kepak keletihan dari kepala. Usai menghabiskan nasi goreng Baskoro kembali ke kamar. Hari itu keadaannya tidak baik-baik saja.

Angka-angka pada almanak berputar cepat. Proyek-proyek terasa lambat selesai. Baskoro adu cepat dengan waktu.

Proyek di Paramon -- Parakan Muncang Kabupaten Sumedang -- sangat menyita energi. Ditambah pembangunan gudang konstruksi baja di Cariu Kabupaten Bogor. Belum lagi proyek kecil-kecil tersebar di Bojonggede dan Cibinong.

Seorang bos besar memodali semuanya. Ia juga nyawer ke pejabat-pejabat untuk memastikan proyek-proyek berada di genggamannya.

Upaya terbaru adalah mendapatkan proyek pembangunan gedung olahraga yudo. Nilainya besar. Modalnya besar. Sawerannya besar.

Bocoran tentang rencana pekerjaan besar tersebut ia dapatkan dari konsultan perencana. Membeli informasi rinci dengan makan siang mewah dan amplop.

Maka bos besar memiliki pengetahuan matang meliputi spesifikasi teknis, serta syarat kualifikasi dan klasifikasi badan usaha yang layak mengerjakannya.

Bos besar tidak memiliki rujukan perusahaan Bogor yang memenuhi kriteria. Ia menghubungi seseorang di perkantoran Cempaka Mas Jakarta Pusat.

"Tenang, ada! Perusahaan besar sebagai leader dan satu badan usaha spesialisasi. Sewanya...... pasaran lah, Bang."

Dua perusahaan tersebut dibuat kongsi secara notariil. Bos besar membayar ongkos-ongkos. Memberikan separuh biaya sewa bendera, sementara pembayaran sisa sewa perusahaan setelah proyek selesai dan serah terima kepada bohir.

Sebagai orang kepercayaan bos besar, Baskoro memegang tanggung jawab memenangkan lelang proyek gedung yudo.

Sebetulnya proyek sudah "ditangan". Pemenang lelang telah direncanakan. Tentu saja untuk mendapat kepastian itu bos besar memberikan saweran ke kepala dinas dan orang penting di bawahnya, serta panitia lelang.

Meskipun demikian, sesuai dengan Perpres pengadaan barang dan jasa pemerintah serta ketentuan lainnya, peserta wajib mengikuti prosedur lelang elektronik.

Perusahaan tunggal ataupun joint venture harus memenuhi syarat kualifikasi dan klasifikasi lelang. Mendaftar pada situs Lembaga Pengadaan Secara Elektronik dan aktif mengikuti jadwal lelang. Dokumen lelang harus benar dan lengkap.

Pemberkasan hingga pengunggahan adalah tanggung jawab Baskoro. Untuk itu ia membentuk tim kerja. Sebagian melengkapi dokumen. Satu orang sangat terampil bertugas mengunggah dokumen lelang. Tim sangat ideal.

Mereka kompak, bekerja bareng dengan satu tujuan: mengunggah dokumen lelang lengkap tepat waktu sesuai jadwal, agar tidak memungkinkan disanggah peserta lain.

Pada hari Senin pagi staf pengunggah dokumen menelepon. Nadanya panik, "Pak, pak..., dokumen tidak bisa di-upload!"

"Lah, bukannya sudah kemarin? Jadi?

"Biasanya jadwal upload hari kerja. Ini aneh, kok Minggu."

Baskoro meledak. Dari mulut bau jigong berhamburan penghuni kebun binatang. Ditambah kosakata dari Kapten Haddock.

Tanpa mandi, ketakutan, Baskoro menghadap bos besar. Menunduk. Menyesal tidak utuh mengawal prosedur lelang.

"Tahu kan, berapa kerugiannya?"

Orang kepercayaan bos besar itu makin menunduk. Dengan terbata-bata Baskoro menyampaikan sepatah dua kata terakhir.

***

Pada ruang dingin lantai delapan Baskoro semangat menjelaskan kemajuan proyek-proyek yang berada dalam tanggung jawabnya. Seseorang mendengarkan dengan ujung bibir melengkung ke atas. Ia merasa puas dengan kinerja orang kepercayaannya.

Perbincangan terjeda lantaran getaran telepon genggam. Baskoro melirik layar. Mendiamkannya.

Usai pertemuan penting, Baskoro mengetuk layar hape, "Ya, bos! Ada yang bisa dibantu?"

"Untung waktu itu gagal ikut lelang. Aku terhindar dari celaka. Baca berita??? Kepala dinas dan pemenang lelang diciduk KPK. Ada dugaan korupsi dalam tender gedung yudo."

"Syukurlah Bapak aman."

"Ayo kita rayakan. Kita makan siang di... Kamu deh yang tentukan tempatnya. Pokoknya yang paling mahal."

"Siap, nanti saya atur waktu."

"O ya, mau bergabung lagi? Posisi kamu masih kosong."

"Erghhh.... kalau itu saya tidak bisa."

"Jangan khawatir, gaji dan fasilitas akan ditambah."

"Maafkan saya. Sekali lagi mohon maaf. Saya sekarang sudah bareng bos lebih besar di Jakarta."

Dok. KONGSI/Kompasiana
Dok. KONGSI/Kompasiana
Tautan: https://bit.ly/KONGSIVolume1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun