Mendekati dasar, rasa manis lebih tececap manis namun bukan manis melenakan yang dapat mengancam kesehatan.
Hingga di situ saja. Rudolfo tidak sampai menyedot butiran-butiran tiada guna mengonggok di dasar cangkir. Bisa-bisa tersedak getir.
Prinsipnya, berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian. Berpahit-pahit dulu merasakan manisnya hidup kemudian.
Vinny sangat memahami filosofi dianut Rudolfo. Selama sekian tahun hidup bersama, setiap kali ia menghidangkan kopi seduh tidak diaduk lelaki itu menerangkannya, pada pagi setelah Rudolfo menghabiskan sarapan sebelum berangkat kantor. Dulu.
Kini Rudolfo mendatangi rumah orang tua Vinny.
"Mau kopi? Seperti biasa?"
"Ya, kopi seduh tak diaduk."
Rudolfo berbincang akrab dengan ibu dan ayah Vinny selayaknya orang-orang telah lama tidak berjumpa.
Padahal dulu sebelum Rudolfo boleh memboyong anak gadis mereka, calon mertua waktu itu sangat menentang hubungan dua anak manusia tersebut.
Ada beberapa perkara sehingga ibu dan ayah Vinny tidak perlu menyukainya. Salah satunya, Rudolfo datang ke rumah mereka dengan menumpang angkot.
"Bau deru, debu, dan peluh!"