Per 1 Januari 2024 harga jual rokok kembali mengalami lonjakan harga, dengan naiknya tarif cukai hasil tembakau sebesar rata-rata 10% (sumber).
Hal itu tidak serta merta menghentikan kebiasaan sebagian orang untuk merokok. Mereka mungkin akan menyiasatinya.Â
Umpama dengan membeli rokok resmi berharga lebih murah, meski rasanya tidak sebanding. Bisa juga merakit rokok tingwe (linting dewe/sendiri), yaitu menggulung tembakau shag dengan papir.
Sebagian orang mungkin membeli rokok ilegal tanpa cukai, dan ini tidak disarankan karena melanggar hukum.
Perokok berbeda sedang berpikir cara menghentikan kebiasaan merokok untuk selamanya.Â
Pertanyaannya, bagaimana menghentikan kebiasaan merokok yang tidak tomat alias tobat tapi kumat lagi?
Mungkin banyak saran bagus menghilangkan kebiasaan merokok. Dari mulai memperdalam alasan berhenti, terapi, hingga hipnotis seperti ditulis di sini.
Saya memiliki pengalaman menjadi pencandu rokok, kendati tidak parah-parah amat yaitu cuma habis 2 bungkus rokok sehari, yang juga mengajarkan cara-cara menghentikannya.
Saya terjerumus menjadi perokok karena kesepian! Mungkin orang lain merokok karena agar tampak keren pada usia remaja. Alasan lain, sekadar ikut arus. Atau berada di lingkungan perokok sehingga membuat nikotin sebagai hal lumrah.
Ada beragam alasan sehingga seseorang menjadi perokok. Tetapi satu hal yang pasti, kebiasaan buruk itu diawali dengan coba-coba.
Sampai lulus SMA sejatinya saya bukan penyuka asap rokok. Akan menyingkir bila ada yang mengisapnya, sekalipun ia ayah sendiri.
Ketika berada di lingkungan baru yang jauh dari orang tua dan saudara, dan belum banyak teman, membuat saya merasa kesepian. Terutama pada malam hari.
Maka sebelum pulang ke tempat kos dan setelah makan malam, saya membeli sebungkus rokok. Merek apa saja, yang penting ada filternya. Sempat mengira, rokok tidak berfilter akan berat diisap dan cocok bagi perokok kawakan.
Ternyata bagi pemula, rokok apa pun terasa berat, pahit, dan membuat terbatuk-batuk. Kendati tidak enak tetap saya bakar. Asap beredar di rongga mulut tidak masuk ke paru-paru karena menyakitkan.
Meskipun demikian, silinder putih itu merupakan satu-satunya hal yang bisa diajak berbicara dalam heningnya malam. Kemudian, tidak diketahui persis kapan mulainya, saya kemudian menjadi penyuka asap rokok.
Secara emosional rokok menjadi teman, di waktu sepi maupun di waktu bergaul dengan teman-teman yang kian banyak, dan celakanya umumnya perokok juga.
Hingga puluhan tahun kemudian saya menjadi pecandu yang sangat ingin berhenti merokok. Saya juga percaya, sebagian besar perokok ingin berhenti.
Tidak mudah menghentikan perasaan menyenangkan itu. Kesenangan berkat nikotin yang mengalir di dalam darah melalui paru-paru setelah mengisap rokok.
Tidak cukup membakar dengan satu lilitan tembakau, ada keinginan untuk menyulutnya lagi lebih banyak. Rasanya nikotin mempengaruhi suasana hati. Perasaan nyaman yang lalu mendorong seseorang untuk merokok dan merokok berbatang-batang.
Barangkali itu yang membuat pecandu sulit menghentikan kebiasaan merokok. Ada keengganan untuk menghentikan rasa nyaman tersebut.
Saya pernah berniat menghentikan kebiasaan merokok. Berhasil tidak lebih dari satu pekan. Dan itu terjadi berulang-ulang. Tomat, tobat tapi kumat!
Ketika berhenti, muncul rasa tidak nyaman, gelisah, merasa terganggu, kesal tidak jelas. Tenang kembali setelah merokok lagi.
Hingga satu ketika saya harus dirawat karena demam dan sakit kepala berhari-hari. Hasil Rontgen mengatakan, ada flek di paru-paru. Dokter spesialis penyakit dalam mengira bahwa saya perokok berat. Dugaan yang tidak keliru.
Sepuluh hari keluar dari rumah sakit, berat badan saya turun delapan kilogram. Makan tidak pernah terasa enak. Selama beberapa waktu saya terus menerus minum obat.
Sejak itulah saya bertekad berhenti merokok. Rasanya campur aduk, namun keinginan kuat lebih dominan. Kira-kira tiga bulan mampu menahan diri tidak merokok.
Hingga tekanan kerja dan lingkungan mempengaruhi. Kehendak mencari pelarian dan teman-teman perokok, membuat saya mencoba rokok untuk pertama kalinya setelah berhenti.
Dari coba-coba, merasakan tidak enak rokok, sampai menjadi perokok lagi membutuhkan waktu tidak lama. Saya menjadi pecandu yang lebih daripada sebelumnya.
Namun tidak terlalu parah dibandingkan perokok sejati. Saya "hanya" menghabiskan dua bungkus rokok sehari. Satu mild, untuk penggunaan cepat, dan sebungkus lagi adalah rokok kretek untuk dikonsumsi dalam keadaan lebih santai.
Gelisah dan gangguan emosional tergantikan oleh perasaan nyaman. Saya menjadi pecandu rokok lagi. Meskipun demikian, saya sangat mengerti bahwa adiksi terhadap rokok amatlah buruk, setidaknya bagi kesehatan saya.
Sesungguhnya pengalaman sebelumnya telah memberikan pelajaran berharga. Namun fenomena "tomat" mengaburkan pandangan tersebut. Hidup tidak sama lagi.
Gelisah jika sebelum tidur di saku tinggal dua atau tiga batang rokok. Maka saya keluar rumah, mencari warung masih buka --betapa pun jauh keberadaannya-- untuk membeli sebungkus rokok, agar tidur bisa nyenyak.
Syukurlah, kerepotan semacam itu berhenti karena saya harus dirawat inap selama dua pekan. Masuk rumah sakit bukan semata-mata akibat merokok. Ada banyak sebab kompleks sehingga satu penyakit kronis menyerang.
Pengalaman itu memberi pelajaran berharga yang tidak disangka sebelumnya. Sesuatu yang awalnya tampak buruk pada akhirnya menghadirkan tabiat baik. Sejak dirawat saya menghentikan kebiasaan merokok.
Saya tidak pernah berpikir, untuk mencoba atau menerima tawaran dari orang lain agar mulai merokok lagi.
Bukan karena larangan dokter, tetapi muncul niat sangat kuat agar berhenti merokok. Saya mengetahui persis, sekali mencoba pasti akan terjerumus.
Berdasarkan pengalaman di atas, berikut saya menyodorkan saran-saran agar bisa berhenti merokok, yaitu:
- Punya niat kukuh. Berhenti merokok adalah berhenti, tiada alasan selain berhenti.
- Jangan pernah mencoba. Apabila telah berhasil berhenti, jangan mencoba lagi. Satu batang rokok akan membuat kecanduan lebih parah.
- Mengalihkan rasa tidak nyaman dengan memikirkan atau melakukan hal lain yang lebih positif, misalnya dengan berdoa, meditasi, menulis.
- Menolak tawaran merokok dari teman atau orang lain, dengan mengatakan bahwa saya tidak merokok lagi.
- Berani mengatakan kepada perokok untuk tidak melakukannya dekat kita. Atau menjauh jika ada yang merokok.
- Berolahraga atau melakukan aktivitas fisik agar tubuh makin bugar.
- Saya tidak mencari pengganti berupa camilan, permen, atau sejenisnya. Mungkin itu akan menyebabkan dampak lain yang tidak kita inginkan, semisal bertambahnya berat badan.
Melalui cara-cara tersebut perokok dapat menghentikan kebiasaannya. Tidak lagi menjadi pecandu rokok.
Berhenti merokok bukan demi menghadapi harga rokok yang kembali mengalami kenaikan tanggal 1 Januari 2024, tetapi memikirkan kesehatan diri dalam jangka panjang. Jangan sampai satu saat berhenti dari kecanduan rokok karena sakit parah!
Jadi menghadapi kenaikan harga rokok sebagai konsekuensi naiknya tarif cukai hasil tembakau, lebih baik perokok menghentikan sama sekali kebiasaan buruk itu.
Akhirnya semuanya terpulang kepada sikap hidup yang Anda pilih: menyiasati kenaikan harga dengan beralih ke rokok lebih murah atau berhenti merokok demi kesehatan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H