Menurut hitung-hitungan, mustahil terlaksana. Kapasitas duduk tidak mungkin muat. Tenaga kerja eksisting tidak bakal mampu melayani. Dan banyak lagi pertimbangan yang menyurutkan harapan.
Saya menyemangati manajemen dan karyawan, bahwa tidak ada satupun hal yang tidak mungkin kecuali makan kepala sendiri.
Dalam negosiasi berikutnya kepada klien, saya tawarkan model semi standing party. Disediakan tempat duduk dalam jumlah terbatas untuk makan prasmanan. Setelah bersantap, pengunjung menikmati rangkaian acara hiburan dengan berdiri.
Deal. Pemesan setuju dengan format seperti itu.
Secara internal saya mengambil tenaga kerja temporer yang dipandang terampil dalam pelayanan tamu. Briefing intensif pun dilakukan untuk memastikan operasional berjalan lancar.
Selanjutnya untuk malam itu diadakan closed party. Malam itu venue didedikasikan khusus untuk acara asosiasi. Tidak menerima tamu umum.
Sebetulnya bukan acaranya yang hendak diulas, namun beberapa peristiwa selama pelaksanaan.
Jumlah pengunjung demikian membludak di luar ekspektasi siapa pun yang pernah mengelola kafe tersebut. Karyawan keteteran, padahal tenaga ekstra (karyawan temporer) telah direkrut untuk menambah kekuatan.
Pada puncaknya saya turun tangan. Ikut turun tangan untuk mengatasi kerepotan karyawan melayani tamu.
Satu contoh nyata yang saya lakukan adalah mencuci tumpukan gelas di bar. Karyawan yang melihat tampak terperanjat, dan berusaha mengambil alih kembali pekerjaan.
Namun saya mengatakan, agar tenaga yang ada digunakan secara penuh untuk melayani tamu. Jangan sampai pengunjung merasa terabaikan.