Ia mengutip ongkos dari pengemudi kendaraan yang parkir di halaman ruko. Tidak ada karcis/tiket sebagai pengganti uang.Â
Sesungguhnya halaman itu merupakan bagian dari lahan pertokoan, diperuntukkan sebagai fasilitas parkir bagi pengunjung. Seharusnya gratis.
Entah bagaimana caranya, Ketua RW setempat memberdayakannya. Setiap kendaraan parkir harus membayar ongkos tanpa tanda terima.
Teman saya di atas, sebutlah namanya Buceng, ditunjuk menjadi juru parkir.
Buceng mengutip ongkos dari pemilik yang memarkirkan kendaraan di halaman pertokoan, kendati urusannya hanya sebentar. Lalu Buceng menyetorkan hasilnya kepada Ketua RW.
"Berapa?"
"Ya, lumayanlah."
"Berapa?"
"Cepek lebih dikit." (seratus lebih sedikit).
Menurutnya, meskipun telah disetorkan Rp100 ribu lebih dalam sehari, masih ada sisa uang untuk dibawa pulang.
"Lumayan, buat makan keluarga."