Ya. Selain terhubung dengan teman kerja, sekolah, bergaul, Facebook juga menghubungkan saya dengan banyak Kompasianer. Termasuk Kompasianer yang bekerja di Malaysia, Hongkong, Taiwan, dan sebagainya.
Setelah itu, saya lenyap dari dunia kepenulisan yang pada dasarnya bukan minat saya. Sesekali saja aktif di FB, bukan di Kompasiana.
Dunia pekerjaan sangat menyita waktu sampai dengan semua kesibukan berhenti seketika. Serangan penyakit kronis melemahkan segalanya.
Demi mengisi terlampau banyak waktu senggang, tahun 2019 saya membuka kembali akun Kompasiana yang sudah berkarat. Tak bisa dibuka! Ingatan tentang kata kunci sudah luntur.
Memanfaatkan fitur "lupa password", akhirnya saya membuka kembali akun Kompasiana setelah 8 tahun. Ada perbedaan dengan edisi dulu, kini Kompasiana tampak lebih bagus.
Satu hal yang tidak berubah: blog keroyokan ini diisi dengan artikel bagus-bagus. Jadi minder. Juga banyak penulis hebat belum saya kenal.
Tinggal sedikit, sangat sedikit, Kompasianer yang saya ketahui, misalnya Om Jay (maaf, yang lain tidak disebut).
Saya pun mulai aktif menulis apa saja. Cerpen, puisi, pengetahuan dari  pengalaman bekerja, pengamatan terhadap kejadian dalam kehidupan sehari-hari, dan sesekali mengisi kanal serius seperti politik.
Sebagian besar berkisah mengenai hal-hal remeh yang receh. Terpenting mudah dikunyah oleh para pembaca.
Dalam perjalanan saya sempat membuat blog sendiri. Gratisan. Ternyata minat menulis surut dengan cepat, berhubung sepi pembaca. Kalaupun ada, sedikit banget!
Juga membuka kembali akun di sebuah situs forum komunitas maya yang konon terbesar di Indonesia. Beberapa kali menulis, saya harus meninggalkannya. Saya tidak terbiasa dengan sebutan dan peristilahan yang dipakai.