Kualitas makanan dijual di warung Umi termasuk baik dengan harga jual kompetitif. Kadang ia memberikan porsi jumbo bagi para pelanggan. Ditambah, dalam radius 100 meter tidak ada lagi pesaing.
Meskipun demikian, pembeli cenderung sepi. Ada hari-hari di mana dagangan hanya terjual satu dua porsi, atau bahkan tidak ada pembeli sama sekali.
Menilik sebagian faktor di atas, warung Umi memiliki kelemahan dari segi lokasi dan penanda yang nyempil.
Atau daya beli turun? Spekulasi penurunan daya beli warga permukiman padat itu baru dugaan liar saya.
Mungkin saja mereka belum memerlukan jajan pecel, karedok, atau rujak ulek. Entahlah.
Apa pun faktor yang mempengaruhi, pada kenyataannya warung Umi sering sepi.
Tak heran, selama menunggu sepi maka pikiran Umi melayang. Merasa bahwa kunjungan saya membawa hoki. Sebagai penyebab datangnya rezeki. Menarik kunjungan pembeli lain.
Kendati tidak terlalu percaya, saya tetap mengiyakan. Datang lagi dan lagi demi membesarkan hati Umi.
Agar nenek 16 cucu 3 cicit itu senantiasa berjualan dengan penuh semangat. Mengisi senja dengan kegiatan bermanfaat: berdagang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H