Dianggap membawa hoki, saya diminta agar sering-sering mampir ke sebuah warung di tikungan jalan menuju permukiman padat.
Warung Umi. Menjual pecel ala Bogor, karedok, dan rujak ulek.
Di usia lebih dari 70 tahun, Umi tampak sehat. Nyaris semua persiapan hingga proses pelayanan kepada pembeli ia lakukan sendiri.
Kemarin saya menyambangi warung Umi demi membeli pecel tanpa lontong untuk sarapan. Sebetulnya saya tidak perlu jauh-jauh, warung Emak di depan rumah menjual penganan serupa dengan tambahan gorengan pula.
Jajan di warung Umi dengan pertimbangan bagi-bagi rezeki, kendati sak uprit.
Bagi Umi, ada lima atau enam pembeli saja sudah bagus. Seringnya sepi pengunjung. Beda dengan warung Emak yang selalu ramai.
Jadi tujuan saya makan pecel di warung Umi agar pembelinya bertambah. Boleh juga disebut bagi-bagi rezeki.
Entah kenapa, kali ini Umi menyajikan pecel sepiring munjung setara dengan satu setengah porsi biasanya. Pelan-pelan saya menghabiskan pecel ekstra banyak itu agar lambung tidak kaget. Kenyang banget.
Ketika pantat hendak beranjak membawa perut terisi full, pemilik warung UMKM itu meminta agar besok kembali lagi.
"Buat apa?"
"Biar dagangan laris," sahut Umi semringah.
Lha? Apa hubungannya?
Usut punya usut ternyata Umi meyakini bahwa kedatangan saya ke warungnya membawa rezeki.
Katanya, setiap saya mampir (membeli atau tidak) dapat dipastikan pembeli lain akan berdatangan lebih banyak. Dibanding ketika saya tidak mengunjunginya. Dan peristiwa itu tidak sekali, tetapi  terjadi berkali-kali.
Ada benarnya juga. Kemarin ketika saya sedang menghabiskan pecel, empat orang serentak datang. Masing-masing memesan pecel, karedok, dan rujak.
Saya pikir itu hal biasa saja. Atau sebuah kebetulan bagus. Sebaliknya, Umi percaya bahwa saya membawa hoki.
Tiap saya mampir, ada saja pembeli berdatangan. Sebaliknya, tidak ada atau sedikit pembeli ketika saya tidak datang. Katanya.
Ingin rasanya menyangkal, tetapi saya tidak tega meruntuhkan harapan Umi. Biarlah ia meyakini kehadiran saya sebagai hoki yang membuat dagangannya lebih laris.
Dalam pemahaman berbeda, sesungguhnya terdapat beberapa faktor konvensional agar bisnis kuliner banyak dikunjungi pembeli.
- Lokasi. Idealnya bisnis kuliner berada di lokasi strategis, mudah dilihat, tempat enak, dan dengan lahan parkir cukup. Sementara warung Umi menyempil agak tertutup pagar rumah, dengan satu kursi tanpa meja bila ingin makan di tempat. Parkir motor mepet jalan menikung dan cuma muat dua.
- Papan Nama. Merek dan jenis makanan minuman dijual seyogianya di tempat mudah dilihat. Sedangkan spanduk di warung Umi nyempil di bagian dalam halaman.
- Kualitas Produk. Makanan minuman populer yang enak cenderung dicari oleh pembeli. Dan barang dagangan warung Umi tergolong enak dengan porsi tidak pelit.
- Harga. Warung Umi menawarkan harga wajar. Malah sedikit lebih murah dari harga pasaran rata-rata, yakni Rp10.000 per porsi.
Itu sebagian parameternya. Masih ada faktor lain penentu keberhasilan usaha kuliner, di antaranya: pelayanan, ciri khas, kemampuan menjaga pelanggan.
Makin kompleks sebuah bisnis kuliner, makin banyak pula faktor yang memengaruhinya.
Kualitas makanan dijual di warung Umi termasuk baik dengan harga jual kompetitif. Kadang ia memberikan porsi jumbo bagi para pelanggan. Ditambah, dalam radius 100 meter tidak ada lagi pesaing.
Meskipun demikian, pembeli cenderung sepi. Ada hari-hari di mana dagangan hanya terjual satu dua porsi, atau bahkan tidak ada pembeli sama sekali.
Menilik sebagian faktor di atas, warung Umi memiliki kelemahan dari segi lokasi dan penanda yang nyempil.
Atau daya beli turun? Spekulasi penurunan daya beli warga permukiman padat itu baru dugaan liar saya.
Mungkin saja mereka belum memerlukan jajan pecel, karedok, atau rujak ulek. Entahlah.
Apa pun faktor yang mempengaruhi, pada kenyataannya warung Umi sering sepi.
Tak heran, selama menunggu sepi maka pikiran Umi melayang. Merasa bahwa kunjungan saya membawa hoki. Sebagai penyebab datangnya rezeki. Menarik kunjungan pembeli lain.
Kendati tidak terlalu percaya, saya tetap mengiyakan. Datang lagi dan lagi demi membesarkan hati Umi.
Agar nenek 16 cucu 3 cicit itu senantiasa berjualan dengan penuh semangat. Mengisi senja dengan kegiatan bermanfaat: berdagang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H