Sampailah di penghujung. Menyeberangi jembatan di atas kali Ciliwung, masuk mengamati perumahan Pabaton.
Kembalinya melewati gang berbeda. Sampai di Jalan Ahmad Yani lagi suara azan lohor menggema di angkasa.
Mendekati Taman Air Mancur, di sebuah lahan tempat jajanan, satu gerai menarik perhatian saya: Warung Pakde Khan menjual Rawon, Soto, Rujak Cingur, Tahu Tek, Tahu Telur, Tahu Campur. Itu yang terlihat dan teringat.
Aha, Tahu Campur!
Terakhir makan Tahu Campur sekitar tahun 2005-an di jalan Arteri Pondok Indah, Jakarta.
Ke masa lebih lama, pada 1980an saya hobi ngandok di Jalan Bengawan Solo Malang. Udara dingin, membuat tidak cukup menyantap 1 porsi Tahu Campur.
Menurut hemat saya, hidangan berkuah ini merupakan kudapan. Bukan menu makan berat (istilah londo Amerika, main course). Jadi, nambah satu porsi tidak akan membuat perut meledak kekenyangan.
Itu cerita zaman dulu. Sekarang hasrat menggebu melihat sajian Tahu Campur di hadapan. Penampilan sama dengan yang dimakan pada zaman dulu.
Perbedaan mencolok adalah pada ukuran. Tahu Campur di depot Pakde Khan lebih banyak, daripada menu serupa yang pernah saya makan. Selebihnya sama saja.
Lebih dulu kuah panas diaduk sebelum disantap. Campuran petis udang membuat kaldu menjadi kecokelatan
Seporsi Tahu Campur berisi: irisan lontong, tahu goreng, lento (penganan terbuat dari singkong), mi kuning, tetelan, daun selada (lettuce), dan kerupuk. Jangan lupa tambahkan sambal, bila suka.