Dianggap seperti namnam yang buahnya juga menempel di batangnya. Perbedaannya, buah namnam berbentuk lonjong, runcing di ujung dengan permukaan keriput.
Sebagian orang mengira kepel adalah sawo, mengingat bentuk dan warna kulitnya sepintas mirip sawo. Bedanya, sawo bergelantungan di ranting.
Barangkali orang memerlukan kacamata, karena memang ukuran papan informasi tidak terlalu besar. Pernah sih ditulis di spanduk besar, tetapi lenyap dicolong seseorang.
Faktor lain, penanya malas membaca atau kemampuan literasinya payah. Ihwal ini para ahli lebih mahir menerangkannya.
Terakhir, dorongan untuk berkomunikasi dengan siapa saja yang terlihat di lokasi. Dengan itu papan informasi dan tulisan apa pun menjadi tidak penting. Pokoknya ada bahan pembicaraan.
Jadi, ketika ada tukang sedang bekerja di halaman dekat tempat tumbuhnya pohon Kepel, orang-orang menanyakan hal serupa kepadanya.
Pertanyaan-pertanyaan kembali berseliweran, "buah apa? Bagaimana rasanya? Namnam, ya? Sawo, ya? Lengkeng, ya? Dst..dst..dst.."
Lama-lama kuping sang tukang berdengung. Sebal dengan pertanyaan dan pernyataan itu-itu saja, sehingga tukang yang sedang sibuk itu menjawab asal-asalan.
"Itu namanya buah lato-lato...!"
Dia pikir buah bulat-bulat berpasangan serupa mainan yang sempat populer beberapa waktu lalu.