Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Alih Profesi dari Karyawan Jadi Pedagang Lantaran Kepepet

8 Juni 2023   08:08 Diperbarui: 8 Juni 2023   08:19 5515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Rian pedagang siomay pikulan (dokumen pribadi)

Baru kali ini saya jalan-jalan pagi tidak sempat sarapan. Tadi sepotong ubi Cilembu keburu mengganjal lambung.

Setelah satu kilometer perjalanan, perut protes keras. Minta diisi sesuatu yang mengenyangkan.

Bubur ayam, nasi uduk, lontong sayur, dan beragam gerobak penjualan menu sarapan sebetulnya ada di sepanjang jalan. Hanya hati belum sreg menentukan pilihan.

Berjalan sedikit lebih jauh menyeberangi jalur lintasan Kereta Rel Listrik (KRL) tanpa palang pintu.

Serem juga ya, mengingat KRL bisa datang setiap saat tanpa suara. Wussssss... Nongol tiba-tiba, kelar dah, berhubung saya tidak mampu lari menghindar.

Tiba di perumahan Haur Jaya Kota Bogor terlihat pikulan. Penjual siomay!

Siomay (sejenis dimsum), tahu, kentang, kol, paria. Semua penganan sudah dikukus. Dipotong-potong lalu ditambahkan saus kacang, perasan jeruk limau, kecap, dan sambal.

Lumayan enak untuk kelas penjaja yang berkeliling keluar masuk kampung. Sarapan ringan yang terlalu siang. Lebih dari pukul setengah sepuluh.

Tentu saja harga Rp1,250 per potong tidak sepadan, dibandingkan siomay di gerobak lebih bagus harga Rp5.000 per potong. Ukuran maupun kandungan ikannya tidak selevel.

Harga murah. Ringan di perut. Ringan pula di kantong: lima ribu perak dapat empat potong.

Seorang anak kecil menyodorkan selembar dua ribu rupiah, "Beli dua, Mang!"

Penjual melayani dengan senang hati.

"Kasihan. Pengen jajan, duitnya cuma dua ribu," tukas Rian, penjual siomay pikulan yang asli Majalengka Jawa Barat.

Tadinya, sekian tahun lalu, ia merantau ke Kota Bogor. Dibawa kerja oleh seseorang berasal dari Tasikmalaya di industri alas kaki.

Dalam perkembangan selanjutnya, bosnya sibuk dengan bisnis lain. Rian dan karyawan lain terabaikan. Penghasilan mulai tidak ajek, lalu tersendat. Keteteran membiayai hidup di perantauan.

Demi bertahan hidup, Rian bersama kakaknya yang terampil mengolah penganan membuka usaha produksi dan menjual siomay.

Alih Profesi karena Kepepet

Berpindah, alih profesi dari karyawan dengan gaji bulanan menjadi pedagang sekaligus pengusaha. Membeli bahan baku, mengolah, kemudian menjual siomay untuk warga perkampungan padat.

Mereka adalah pengusaha mikro, bahkan ultra mikro, mengelola usaha demi memperoleh penghasilan .

Belanja bahan di pasar tradisional dari sebelum subuh. Setelahnya diolah menjadi masakan siap dijual. 

Terakhir berkeliling, menjual siomay menggunakan pikulan. Keluar masuk kampung dari pukul 9 pagi hingga 8 malam.

Satu pikulan membawa siomay, tahu, kubis, kentang, paria sejumlah 550 potong. Setara dengan Rp687.500,00.

Tentu saja dari hasil penjualan tersebut mereka mendapatkan selisih. Keuntungan yang digunakan untuk melanjutkan hidup di perantauan.

Akhirul Kata

Rian, kakaknya, dan kawan-kawan semula adalah karyawan. Bekerja di bawah orang lain dengan memperoleh upah. Ada saatnya penghasilan diperoleh tersendat lalu mampat.

Waktu itu mereka tidak lantas angkat bendera putih dan pulang kampung, tetapi bertahan hidup di tanah rantau dengan memanfaatkan keterampilan dimiliki.

Dalam keadaan kritis di perantauan, mereka bangkit dengan usaha sendiri.

Switching, alih profesi dari karyawan menjadi pedagang siomay produksi sendiri. Kemandirian yang muncul akibat keadaan kepepet.

Kini mereka telah bangkit dari keterpurukan, yakni berdagang dengan hasil menjanjikan. Mudah-mudahan kelak usaha mereka kian besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun