Saya tidak menyebutnya masa senja atau usia sudah menua. Tidak. Saya menolak tua bukan berarti mengingkari ketentuan alamiah, tetapi rasa-rasanya masih ada semangat membara di dalam diri. Saya takingin menyurutkan energi itu, sampai kelak segalanya diambil.
Tiba di masa ini semua hiruk-pikuk mendadak reda. Sepi bersama menghilangnya teman-teman seprofesi. Bukan salah mereka yang sangat sibuk dengan proyek-proyek. Doakan saja, moga-moga mereka sukses.
Panas, lapar, haus tetap terasa di bulan Ramadan. Namun saya tidak berada lagi di lingkungan berdebu yang tergesa-gesa, memancing amarah, dan memberikan ruang melakukan kecurangan-kecurangan.
Kini saya --mudah-mudahan saja-- dimampukan melakukan puasa lahiriyah maupun bathiniyah (meminjam istilah dari sini). Cakap menahan hawa nafsu, memelihara kesabaran, tidak berkata palsu, serta meninggalkan perilaku keji dan mungkar.
Ramadan kali ini merupakan bulan penuh harapan memperoleh ampunan dari Allah SWT. Bonus diangankan adalah peningkatan takwa, diberi petunjuk atas segala persoalan, dan dikabulkan doa.
Penutup
Demikian makna Ramadan versi saya berdasarkan pembabakan kehidupan sendiri.
Pelajaran yang dapat ditarik, jangan menunggu sampai berusia banyak --apalagi dalam keadaan tidak berdaya-- baru melaksanakan kewajiban puasa Ramadan sesuai rukun, syarat sahnya, dan segala ketentuan yang dapat menambah pahala.
Lakukan ibadah puasa selagi dalam usia muda dan sehat. Agar segera mengetahui nikmatnya makna Ramadan sebagai bulan penuh hikmah dan ampunan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H