Di usia remaja itu bulan Ramadan menjadi sangat indah. Betapa tidak, pada waktu subuh dan tarawih gadis-gadis baru berkembang tampak indah. Lebih indah dipandang mata dibanding pada hari biasa.
Saat kuliah puasa sendiri. Sahur dan berbuka bersama pembeli yang tidak saling mengenal, di warung nasi atau rumah makan Padang kelas mahasiswa. Maklum anak kos. Makna puasa sebagai kewajiban kian kuat.
Ramadan pada masa itu menjadi bulan mencari identitas dan belajar mandiri jauh dari orangtua.
Masa Dewasa - Sudah Bekerja
Ramadan pada periode awal bekerja juga sendiri. Makan sahur pun buka puasa di warung sekitar tempat kos. Mandiri, memenuhi kebutuhan sendiri.
Setelah mampu membeli rice cooker dan peralatan minimal, barulah bisa memasak. Ibu kos menyediakan kompor. Bahan bakar beli sendiri (saya lupa, apakah saat itu sudah pakai gas atau belum). Hasil masakan dimakan bertiga bersama teman kos.
Ada kesempatan perbaikan gizi pada acara buka bersama, yang diadakan oleh kantor atau kelompok teman. Di situlah bersemi kebahagiaan, ketika bisa mengajak pergi dan mengantar pulang gadis yang sedang dikeker.
Bulan Ramadan dalam periode ini menyediakan ruang untuk mandiri, merasakan keindahan cinta, dan merintis keluarga sendiri.
Masa Dewasa - Berwirausaha
Di rentang waktu ini makna Ramadan menjadi berkurang. Bisa jadi dalam banyak hal saya tidak mendapatkan pahala berpuasa, selain lapar dan haus.
Sahur dan berbuka dalam beberapa kesempatan bisa bersama keluarga. Sekian kali bukber dengan kerabat atau sahabat. Sisanya adalah makan sahur dan buka puasa di proyek atau dalam perjalanan.Â
Kegiatan proyek dalam waktu berimpitan membawa saya kepada situasi tidak mudah. Ujian yang mengikis pahala berpuasa adalah ketika berada di proyek. Panas, debu, lelah, perkara tidak mampu menahan amarah, dan perbuatan tercela semisal menyuap pejabat pengadaan, merupakan rintangan yang gagal saya lewati.
Dalam rentang waktu ini Ramadan bermakna sebagai bulan perjuangan melawan hawa nafsu, yang penuh risiko gagal memperoleh keutamaan berpuasa.