Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Gemintang Bola-Bola Mata Gemilang

27 Februari 2023   12:08 Diperbarui: 27 Februari 2023   12:39 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto panjat tebing oleh Dominika Roseclay dari Pexels

Pada malam hampir meringkus senja. Kabut merambat. Redup. Gigil. Simfoni desir daun pinus, sayap-sayap jangkrik, jerit mamalia di kejauhan. Hening menampar kuping.

Warga berkerumun. Mulut-mulut berdecak-decak. Wajah-wajah kagum. Bola mata gemintang. Gemilang memandang rombongan anak muda berpakaian ganjil yang terhampar pada balai-balai.

Orang-orang dari kota. Merupakan tamu dari seorang tokoh yang mungkin nama betulnya terlupa. Berhubung lama sekali menjabat sebagai ketua RT, maka warga memanggil dengan sebutan "Pak Erte". Kadang "Te" (mengucapkan huruf "e" seperti "tempe").

Wajah-wajah lelah setelah satu jam menapaki jalan berbatu berliku melalui hutan lindung. Warga terheran-heran. Di bawah ada tersedia cukup ojek, mengapa tidak menaikinya?

Pertanyaan-pertanyaan taksempat terucap melihat tas besar panjang turun dari punggung. Istri Pak Erte membawa nampan. Anak-anak muda berpakaian ganjil mencomot potongan singkong goreng. Menyeruput air tawar hangat.

Suara dari surau membubarkan kerumunan warga terkagum-kagum. Anak-anak muda berpakaian ganjil melepas sepatu khusus yang ringan dan dasarnya tidak licin. Pancuran membasuh. Tulang belulang ngilu.

Seusai menghabiskan ikan goreng hasil memancing, sambal dadak, dan dedaunan mentah dipetik dari pekarangan, masing-masing pemanjat tebing memeriksa dan merapikan peralatan.

Warga yang berkumpul di ruang tamu menatap takjub tali-temali, besi warna-warni, paku, palu yang jauh lebih bagus daripada perkakas yang mereka punya.

Tali carmantel; Webbing; Sling Prusik; Harnest alias pengaman tubuh; atau cincin pengait Carabiner; Hammer; Chock Stone; Piton atau paku tebing; Helm. Itu sebagian peralatan yang digunakan dalam olahraga panjat tebing.

Malam itu para pemuda harapan bangsa menginap di rumah Pak Erte. Mereka tahu diri. Menyiapkan sejumlah uang lebih dari cukup sebagai kompensasi atas semua akomodasi.

Besok mereka akan naik ke dukuh di atas kampung tempat mereka singgah sekarang. Negeri di atas awan!

Dukuh yang kala sore berkabut. Ketika matahari menggeliat, dikelilingi awan mengapung seolah mengusung. Itulah tujuan mereka.

Tidak melalui jalan memutar, apakah dengan berjalan kaki atau menumpang ojek, seperti yang biasa dilakukan oleh orang kampung, tetapi akan menerabas tebing perawan yang belum dijamah oleh pemanjat tebing mana pun.

Ditarik garis lurus, jaraknya tidaklah jauh. Namun pada sebagian tebing dengan kemiringan lebih dari 45 derajat merambat batu-batu, di antara rerumputan dan tanaman perdu. Tantangan berat bahkan bagi pemanjat tebing berpengalaman.

Perlu peralatan pendukung. Butuh stamina prima, kekuatan, ketangkasan, kelenturan, kecerdikan individual, dan kekompakan tim.

Kerja sama tim harus apik, terutama untuk menaiki tebing di mana belum ada jejak pemanjat sebelumnya. Belum ada paku tebing, baik piton yang menancap di retakan sempit berbatu maupun celah lebih lebar.

***

Pagi cerah. Telah berangkat dengan penuh percaya diri anak-anak muda berpakaian ganjil, menggunakan helm, dan bersepatu dengan daya friksi tertentu agar menapak di dinding tebing.

Warga kampung berpakaian seadanya berjalan mengiringi di belakang mereka. Hendak menonton peristiwa langka, bagaimana orang kota memanjat tebing menggunakan peralatan bagus.

Tiba di titik mulainya pemanjatan, anak-anak muda berpakaian ganjil beristirahat. Mengamati rute yang sekiranya bagus untuk dipanjat. Membahas segala kemungkinan. Tibalah pada satu kesimpulan yang membuat mereka saling berpandangan.

Siapa menjadi leader? Atau pemanjat pendahulu yang memalu paku tebing dan memasang tali pengaman?

Tiada satu pun. Di antara rombongan tidak ada yang mau dan mampu. Tidak ada yang mau ambil risiko sebagai leader.

"Jadi, gimana dong? Mosok balik lagi?"

Lepas sudah seluruh persendian. Membayangkan olahraga ekstrem panjat tebing hari itu gagal total. Mengumpulkan tim dengan leader mumpuni pada kesempatan lain tidaklah mudah.

Perembukan tidak menghasilkan jalan keluar membuat badan mereka berputar. Kaki-kaki lemas mengawali perjalanan pulang. Wajah-wajah kecewa tertunduk.

Dari warga yang mengiringi muncul satu suara pelan, "kami sanggup menancapkan paku-paku dan memasang tali pengaman sampai di atas."

Anak-anak muda berpakaian ganjil menoleh, "oh ya? Memang punya sertifikat sebagai leader pemanjat tebing? Ini tebing kategori berbahaya, lho. Apalagi bagi yang belum pernah!"

"Ini jalur biasa bagi warga. Sehari-hari kami mengarit rumput pakan ternak di atas sana. "

Warga kampung dengan wajah-wajah kagum itu mengangguk percaya diri. Gemintang pada bola mata mereka demikian gemilang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun