Ternyata kerja bareng dalam satu proyek memberikan banyak pandangan berharga. Noy tipikal pekerja dengan kemampuan luar biasa. Sebaliknya, ia terbuka pikiran menerima masukan baru yang bukan bidangnya.
Interaksi Nay dengan Noy berlangsung sungguh-sungguh sehingga menciptakan hasil optimal, terutama menjelang akhir proyek. Siang malam turut menyelesaikan detail, sekalipun bukan pekerjaan sipil.
Kolaborasi menyenangkan. Tidak rugi Nay bermitra dengan Noy yang ganteng.
Ganteng? Ada getar-getar menyemburat di wajah Nay yang seketika memerah kala memikirkan Noy.
Ah, fokus, fokus! Kembali memikirkan pekerjaan, batin Nay.
Ada satu masalah serius. Pemuda itu --moga-moga belum punya pasangan-- adalah kereta api. Selama berinteraksi, Nay menyaksikan jemari Noy tidak pernah lepas dari bumbung kertas berisi tembakau. Dalam keadaan santai mengepulkan asap, lebih-lebih saat sibuk.
Berkali-kali berkunjung ke rumah, Noy tetap mengepulkan asap menyebalkan. Meskipun berkali-kali pula Nay mengingatkan, tiada satu pun orang rumah pernah menyukai perokok seperti Noy.
Dasar Noy. Sekalipun tidak menemukan tempat membuang abu dan puntung di dalam rumah Nay, ia mengepulkan asap dengan asbak halaman luas.
Nay tidak ingin bertengkar dengan orang tuanya gara-gara pria perokok. Berharap Ayah dan Ibunya menerima Noy sebagaimana adanya, tapi bagaimana bisa?
Harapan-harapan melambung, kemudian segera tenggelam oleh hambatan-hambatan. Maka dari itu Nay berusaha menekan hati dan menganggap Noy sebagai partner saja. Tidak lebih.
Ah, sudahlah!Â