Seusai lidah menjilati dasar mangkuk sampai terasa ludah sendiri, pria pembeli mengosongkan gelas teh tawar.Â
Lalu tangannya mencabik tisu gulung --biasanya ada di toilet-- untuk mengusap bibir dari cipratan kuah dan  menempelnya irisan daun seledri.
"Begini. Dengar baik-baik!"
Penjual mi merapikan duduknya. Memandang pria pembeli ibarat mata wanita tertuju kepada sang kekasih.
Alkisah, pria pembeli dulu sempat aktif. Sibuk tidak karuan ke sana kemari sampai satu keadaan melumpuhkan sebagian badan. Juga setengah dari kemampuan berpikir dan mengingat.
Sebabnya, kata dokter, tekanan darah sangat tinggi menyumbat saluran darah menuju pusat saraf yang serabut.
Tekanan darah menembus ambang normal lantaran terlalu banyak mengonsumsi makanan mengandung natrium. Salah satunya, garam.
Maka dari itu, tenaga kesehatan spesialis saraf menekankan agar tidak makan garam. Atau paling tidak, mengurangi secara drastis kandungan garam dalam setiap olahan.
Penjual mi seolah burung pelatuk. Kemudian kedua tangannya tulus menjabat erat tangan kiri pria pembeli. Hatinya lega sekalian merasa prihatin atas penderitaan pria pembeli.
Berikutnya, penjual mi hanya akan menambahkan amat sangat sedikit sekali garam --atau bahkan tidak membubuhkannya-- ketika meracik mi rebus bagi pria pembeli itu.
***