Setiap kali mendatangi warung setiap kali itu pula seorang pria mengatakan hal sama, "takusah diberi garam, atau kalau tidak, bubuhi tujuh butir saja."
Demi mendengarnya, pedagang mi menghentikan kegiatan meracik bumbu ke dalam mangkuk kosong. Terheran-heran, bagaimana mungkin memastikan jumlah kristal garam nan halus?
Permintaan aneh yang bikin kesal. Pelanggan lain tidak pernah keberatan, dengan racikan bumbu mi rebus yang sudah tersohor ke pelosok negeri.
Semua orang memuji rasa. Pada lembutnya mi nan gurih yang nagih. Campuran bumbu pas dalam sedapnya kuah bening. Membuat lidah menjilati dasar mangkuk sampai terasa ludah sendiri.
Kecuali pria pembeli itu.
Racikan tanpa garam, atau sangat sedikit garam, membuatnya tersinggung. Harga diri penjual mi ternoda. Standar telah ditetapkan dijebol oleh pria pembeli itu.
Pada satu kesempatan senggang, ia mendatangi pria pembeli. Dengan menahan amarah penjual mi mendekatkan hidungnya ke muka pria pembeli.
"Terus terang aku tersinggung. Apa alasanmu minta dibubuhi amat sangat sedikit sekali garam, atau bahkan tidak boleh menambahkannya? "Â
"Boleh aku selesaikan makanku?"
"Aku menunggu!"
Seusai lidah menjilati dasar mangkuk sampai terasa ludah sendiri, pria pembeli mengosongkan gelas teh tawar.Â
Lalu tangannya mencabik tisu gulung --biasanya ada di toilet-- untuk mengusap bibir dari cipratan kuah dan  menempelnya irisan daun seledri.
"Begini. Dengar baik-baik!"
Penjual mi merapikan duduknya. Memandang pria pembeli ibarat mata wanita tertuju kepada sang kekasih.
Alkisah, pria pembeli dulu sempat aktif. Sibuk tidak karuan ke sana kemari sampai satu keadaan melumpuhkan sebagian badan. Juga setengah dari kemampuan berpikir dan mengingat.
Sebabnya, kata dokter, tekanan darah sangat tinggi menyumbat saluran darah menuju pusat saraf yang serabut.
Tekanan darah menembus ambang normal lantaran terlalu banyak mengonsumsi makanan mengandung natrium. Salah satunya, garam.
Maka dari itu, tenaga kesehatan spesialis saraf menekankan agar tidak makan garam. Atau paling tidak, mengurangi secara drastis kandungan garam dalam setiap olahan.
Penjual mi seolah burung pelatuk. Kemudian kedua tangannya tulus menjabat erat tangan kiri pria pembeli. Hatinya lega sekalian merasa prihatin atas penderitaan pria pembeli.
Berikutnya, penjual mi hanya akan menambahkan amat sangat sedikit sekali garam --atau bahkan tidak membubuhkannya-- ketika meracik mi rebus bagi pria pembeli itu.
***
Menjelang makan malam, pada sebuah rumah yang ruang depannya pernah menjadi warung, seorang pria berkali-kali menyeru. Lalu istrinya menggerutu.
Bagaimana tidak mengesalkan?Â
Setiap kali pria berkursi-roda itu mengatakan hal sama, "takusah diberi garam, atau kalau tidak, bubuhi tujuh butir saja."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H