Di bagian bawah ada ikan (mas, gurami, nila) goreng, jeroan (paru, babat, usus, limpa) goreng, ayam goreng, ikan gabus asin goreng, dan banyak lainnya. Juga terdapat satu wajan berisi gulai ikan mas. Sayur asem tidak terlihat di foto.
Hidangan paling memanggil lalu menyeret kaki untuk menghempaskan pantat di kursi plastik adalah: sambal dalam cobek dan lalap!
Ke atas setengah piring nasi putih saya tambahkan ikan nila goreng, masing-masing satu buah mentimun dan terong buleud (bulat), sejumput daun selada, setangkai daun poh-pohan. Dan, of course lah sodara-sodara, sambal.
Maka acara makan siang dimulai. Tunggu dulu! Mentimun, terong dan daun-daun tidak dimasak?
Tidak lah yaw. Itu yang disebut lalap. Dimakan mentah bersama sambal.Â
Sebetulnya masih ada jenis lalap mentah lainnya seperti kacang panjang, kubis, kemangi, kencur muda dan daunnya, pucuk daun mente, paria, leunca, tespong, antanan, dan lainnya yang saya tidak hapal. Beberapa orang melalap jengkol atau petai mentah (ini saya tidak berani coba).
Sejak keluarga berpindah dari Malang ke Kota Bogor, saya beradaptasi dengan masakan setempat. Kegemaran menyantap lalap lalu tumbuh saat bermukim beberapa tahun di Bandung.
Dengan dua keadaan di atas saya belajar mencintai masakan Sunda termasuk lalap, tanpa melupakan selera Jawa Timur. Dengan kondisi itu pula belajar mencintai mojang Jawa Barat. Eh...
Kembali ke sambal!Â
Sambal cobek itu memang istimewa. Cuilan daging ikan, lembaran daun, dan sekepal nasi dengan sambal membuat mulut enggan berhenti mengunyah. Diselingi dengan menggigit mentimun atau terong yang terasa segar dan sedikit manis.