Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rindu kepada Kecap Manis

12 November 2022   20:05 Diperbarui: 12 November 2022   20:50 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto semangkuk soto rempah (dokumen pribadi)

Tentang perasaan, kita satu suara. Tentang makanan, kita berbeda selera.

Aku suka rasa gurih. Kamu suka manis, meski bagiku kamu terlalu manis tanpa ditambah apa-apa. Bagimu, apa pun makanan ditambahkan kecap manis.

Baiklah, itu bukan masalah besar ketika kecap manis dibubuhkan ke dalam semangkuk bakso. Beberapa orang melakukan hal sama.

Kalau perlu, tambahkan juga saus botolan dan sambal rawit. Maka kuah bakso menjadi butek. Keruh!

Aku sih lebih berselera menyantap bakso apa adanya. Kuah bening ditambah sambal dan sedikit cuka.

Soto berisi daging atau ayam pun demikian. Peracik sudah membubuhkan kecap ke dalam kuah clear soup ala Nusantara itu.

Foto semangkuk soto rempah (dokumen pribadi)
Foto semangkuk soto rempah (dokumen pribadi)

Biasanya aku meminta kepada si abang cukup mengucurkan kecap asin. Kamu tahu kan, aku lebih suka makanan gurih?

Berbeda dengan kamu. Kepada peracik kamu akan meminta botol kecap manis lalu menuangkan sebagian isinya ke dalam mangkuk. Kemudian tampak kuah soto yang seharusnya bening kekuningan, atau kuah bersantan, menjadi hitam. Ih, pasti manis banget!

Apa tidak takut diabetes?

Aku rasa kamu tidak pernah mengkhawatirkan timbulnya penyakit mengerikan, akibat terlalu banyak mengonsumsi makanan terlalu manis dan mengabaikan pola makan sehat.

Kamu akan selalu menambahkan kecap manis kepada apa pun hidangan di depan mata.

Tidaklah berbeda ketika kamu menyantap gado-gado, nasi tutug oncom, steak, dan makanan apa saja yang memang tidak perlu dikucuri kecap manis, atau yang mestinya sudah dibumbui dengan sedikit kecap manis.

Di rumah, dalam kesempatan senggang, aku kerap memasak untuk tujuan bersenang-senang sekaligus memanjakanmu. Aku tahu, kamu pasti menyukai hasil masakanku yang telah dibubuhi bumbu cinta, meski kerap mengingkari.

Sering aku membuat nasi goreng margarin dengan takaran bumbu pas. Mudah mengolahnya, tetapi tidak semua orang mampu menghasilkan rasa yang dicintai oleh banyak orang.

Ilustrasi nasi goreng oleh n23club dari pixabay.com
Ilustrasi nasi goreng oleh n23club dari pixabay.com

Begini. Margarin dilelehkan pada wajan tambah sedikit mentega --butter. Tumis irisan bawang putih, bawang merah, bawang bombai, dan cabai merah serta cabai rawit (kalau suka).

Telur dikocok lepas, masukkan. Aduk-aduk lalu tambahkan potongan bakso, ayam atau udang atau daging has. Aduk lagi sampai matang. Tambahkan kecap asin, sedikit kecap manis sebagai penyeimbang rasa, bubuk merica, dan garam.

Setelah itu segera masukkan nasi putih. Aduk hingga merata. Sesuaikan rasa.

Masukkan sejumput tauge, atau kecambah, dan irisan daun bawang ke dalam nasi goreng selagi mengepul. Aduk-aduk lagi, usahakan tauge tidak terlalu layu, sehingga agak kriuk saat digigit.

Hasilnya, nasi goreng margarin berwarna cerah kemerahan dengan nuansa kekuningan dari telur orak-arik. Tampak di antaranya menyembul putih tauge dan hijau daun bawang.

Mencicipinya adalah tentang rasa gurih dengan manis yang samar. Cocok bagi lidah banyak orang.

Tentu, tidak lupa kamu kepadanya akan mengecrutkan --menambahkan-- kecap manis. Begitu banyak kecap sehingga nasi goreng menjadi berwarna hitam dengan rasa manis banget.

Ya, sudah. Kecuali pada awal-awal saja aku protes, kemudian aku tidak lagi berbuat demikian. Menerima bahwa kamu dan aku berbeda selera, namun bersepakat: kita adalah satu yang tak terpisahkan.

Dari semua, aku paling ingat kejadian terakhir. Peristiwa di mana sang penjual bergegas ke warung kelontong demi memenuhi permintaanmu.

Kamu meminta sesuatu yang barangkali tidak tersedia di warung Padang. Kecap manis!

Tahu dong, bagaimana cita rasa masakan Padang? Aku adalah penggemar beratnya. Gurih, pedas, bersantan yang semua membuat seleraku bangun.

Tidak mengherankan, saat menyantap gulai kepala kakap aku bisa menambah nasi putih kering tanpa kuah, kecuali lado ijo alias sambal cabai hijau, sampai dua kali. 

Ilustrasi gulai kepala ikan kakap padang. (Dok. Shutterstock/sigit Set) melalui kompas.com
Ilustrasi gulai kepala ikan kakap padang. (Dok. Shutterstock/sigit Set) melalui kompas.com
Kalau tidak ingat umur, tambahan satu nasi lagi akan aku teriakkan kepada penjual, "Uda, tambuah nasi ciek! --abang/mas/kakak, tambah nasi satu!"

Nasi juga terasa kurang ketika menyantap dendeng batokok. Ah, sambalnya luar biasa. Aku mengecap rasa kelapa yang kuat. Minyak kletik. Entah bagaimana cara mengolahnya, yang pasti rasanya enak tiada bandingnya.

Seperti biasa, aku tahu persis, kamu akan menyiramkan kecap ke atas nasi Padang, apa pun lauknya.

Kamu tidak pernah peduli bagaimana pegawai rumah makan Padang melihatmu dengan takjub. Atau pengunjung memandang dengan ganjil memerhatikan caramu menikmati nasi Padang.

Aku juga tidak peduli. Lebih penting kesenanganmu pada tambahan kecap manis kepada apa pun makanan, termasuk nasi Padang, daripada mempersoalkannya.

Sementara aku? Dengan lahap memakan hidangan nasi Padang begitu saja yang terasa sudah enak banget.

***

Warung nasi Padang di pusat jajanan ini adalah langganan kita. Aku menyukai hidangannya. Kamu juga menyukai.

Kali ini aku memesan satu piring nasi putih kering tanpa kuah kecuali lado ijo, dan satu porsi lauk. Tidak bakal ada lagi teriakan "tambuah ciek" kepada penjual. Aku hanya akan mengingat sesuatu.

Aku tekan botol plastik sedemikian rupa. Ke dalam kuah gulai kepala ikan kakap mengalir cairan hitam manis hasil fermentasi kedelai.

Dengan tangan aku menyuapkan nasi ke dalam mulutku, bersama potongan daging kepala ikan kakap yang sekarang tidak berwarna kuning. Kelam.

Bayangmu tersenyum tipis di sebuah sudut kosong. Perlahan lenyap dari lamunanku. Menuju ruang hampa.

Aku rindu. Merindukan kecap manismu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun