Mencicipinya adalah tentang rasa gurih dengan manis yang samar. Cocok bagi lidah banyak orang.
Tentu, tidak lupa kamu kepadanya akan mengecrutkan --menambahkan-- kecap manis. Begitu banyak kecap sehingga nasi goreng menjadi berwarna hitam dengan rasa manis banget.
Ya, sudah. Kecuali pada awal-awal saja aku protes, kemudian aku tidak lagi berbuat demikian. Menerima bahwa kamu dan aku berbeda selera, namun bersepakat: kita adalah satu yang tak terpisahkan.
Dari semua, aku paling ingat kejadian terakhir. Peristiwa di mana sang penjual bergegas ke warung kelontong demi memenuhi permintaanmu.
Kamu meminta sesuatu yang barangkali tidak tersedia di warung Padang. Kecap manis!
Tahu dong, bagaimana cita rasa masakan Padang? Aku adalah penggemar beratnya. Gurih, pedas, bersantan yang semua membuat seleraku bangun.
Tidak mengherankan, saat menyantap gulai kepala kakap aku bisa menambah nasi putih kering tanpa kuah, kecuali lado ijo alias sambal cabai hijau, sampai dua kali.Â
Kalau tidak ingat umur, tambahan satu nasi lagi akan aku teriakkan kepada penjual, "Uda, tambuah nasi ciek! --abang/mas/kakak, tambah nasi satu!"
Nasi juga terasa kurang ketika menyantap dendeng batokok. Ah, sambalnya luar biasa. Aku mengecap rasa kelapa yang kuat. Minyak kletik. Entah bagaimana cara mengolahnya, yang pasti rasanya enak tiada bandingnya.
Seperti biasa, aku tahu persis, kamu akan menyiramkan kecap ke atas nasi Padang, apa pun lauknya.
Kamu tidak pernah peduli bagaimana pegawai rumah makan Padang melihatmu dengan takjub. Atau pengunjung memandang dengan ganjil memerhatikan caramu menikmati nasi Padang.