Badu (pseudonim), seorang teman sekolah, menelepon. Mengucapkan salam dan menanyakan kesehatan.
Selanjutnya Badu mewartakan bahwa belum lama ini menjumpai seseorang yang saya kenal sebagai pengusaha di Jakarta. Sebutlah namanya Anto (nama samaran).
Pertengahan dekade 1990-an pebisnis tersebut sempat kerja bareng di satu bendera usaha. Lama setelah itu saya mendengar Anto terjun bergabung dengan organisasi politik dan membentuk kelompok relawan.
Entah bagaimana ceritanya, sekarang Anto menjabat sebagai komisaris satu anak perusahaan milik sebuah BUMN.
Setelah perjumpaan, Badu menelepon kenalan-kenalannya dan saya untuk mencari source dalam rangka mengisi peluang.
Badu meyakinkan saya bahwa ia mendapatkan peluang bisnis dari Anto. Memasok jasa berkaitan dengan nature usaha strategic business unit tersebut di pekerjaan drilling.
Saya tidak memiliki partner dengan kualifikasi drilling. Kalaupun ada, sudah terlalu lama tidak berkomunikasi dengan mereka. Bisa jadi nomor teleponnya terkubur bersama HP lama yang sudah tiada.
Lagi pula, jika masih ada, saya kapok menyuplai informasi dan koneksi berharga kepada Badu. Kenapa?
Beberapa bulan lalu Badu mencari perusahaan bidang cut and fill. Perusahaan yang memiliki alat-alat berat dan tenaga ahli untuk meratakan tanah, katanya, untuk proyek pengurukan bekas penambangan di Kalimantan.
Saya percaya, karena beberapa kali si Badu mem-posting keberadaannya di kawasan IKN (Ibu Kota Negara) pada beranda Facebook. Semangat dong! Uang lelah cari koneksi melambai-lambai di depan mata!
Contact person satu perusahaan yang kira-kira memenuhi syarat saya teruskan kepada si Badu. Saya mengetahui kualifikasi dan kemampuannya karena pernah kerja bareng di satu proyek milik pemerintah.
Tunggu punya tunggu tiada kabar sampai kemudian terdengar nada kecewa dari mitra saya. Ternyata Badu menawarkan proyek omdo (omong doang).
Sebelum penawaran proyek impian itu, Badu pernah memesan konsep pekerjaan yang akan disampaikan kepada seorang pejabat. Biar bisa jadi proyek, katanya.
Karya tulis dengan riset lumayan itu akhirnya terbang dibawa angin tiada berita.
Bagusnya hanya melibatkan diri sendiri. Tak mengapa. Hitung-hitung seperti gagal tayang di Kompasiana.
Dua peristiwa di atas dan kejadian serupa di masa lalu melahirkan kesimpulan di kepala. Badu adalah seorang petualang. Avonturir bisnis yang menawarkan proyek belum jelas keberadaannya.
Memanfaatkan koneksi, berharap kedekatan dengan orang penting, di pemerintahan maupun perusahaan swasta, menghasilkan keuntungan mudah.
Dengan kata lain, Badu berusaha menjadi perantara yang menawarkan jasa pengurusan proyek demi memperoleh selisih harga. Dengan mencari perusahaan untuk menyelesaikan proyek.
Sebaliknya, Badu tidak memiliki rekam jejak di industri berkaitan dengan konstruksi. Tidak ada proyek yang terealisasi selain dari "proyek ongkos," yaitu proyek cerita yang menghabiskan energi, waktu, dan biaya.
Artinya, penawaran pekerjaan drilling yang ditawarkan jangan-jangan masih perlu jalan panjang dan berbelit agar terealisasi.
"Pemain kawakan" yang kerap mendapatkan proyek saja biasanya menyimpan rapat rencananya. Persisten berusaha memperoleh kepastian tentang proyek: lokasi, kualifikasi, kerangka waktu, nilai, dan sebagainya.
Ketika sudah mendapatkannya, pemain itu berbagi informasi dengan kelompoknya saja. Kalaupun menggandeng pihak ketiga, ia membawa data akurat tentang proyek, di antaranya:
- Rencana terperinci yang menjelaskan perlunya partner kerja yang menyediakan perusahaan yang mengerjakan proyek. Bahkan perusahaan pendamping sesuai kualifikasi dalam proses pemilihan pemenang.
- Membawa pengumuman (cetak, link) proyek pengadaan barang dan jasa, baik melalui proses pemilihan dengan penunjukan langsung maupun tender.
- Menyebutkan waktu mulai dan berakhirnya pekerjaan.
- Menyebutkan nilai proyek dan komisi didapat.
- Dengan rinci menyebutkan kualifikasi perusahaan yang diperlukan.
Tanpa itu, bolehlah kita meragukan penawaran lisan tersebut. Jangan-jangan Badu hanya petualang yang bergerak di bidang proyek ongkos.
Adalah lumrah, ketika perusahaan besar, BUMN berikut anak perusahaannya, dan instansi pemerintah menerapkan penawaran pengadaan barang dan jasa secara terbuka.
Ditambah, perusahaan konstruksi sesuai kualifikasi bisa dicari di asosiasi perusahaan konstruksi di mana saya bergabung.
Ada keraguan yang nyata di dalam kepala saya mendengar tawaran proyek dari bukan pemain kawakan. Mungkin Badu seorang petualang yang menawarkan proyek omdo. Proyek ongkos!
Jadi, begini cara halus dan santun menolak penawaran proyek belum jelas, atau berpotensi menjadi proyek ongkos, dari avonturir bisnis yang notabene adalah teman:
- Dengarkan pemaparannya sampai selesai.
- Sampaikan terima kasih atas kepercayaan diberikan.
- Beritakan bahwa sebagai kawan kita akan memberikan kabar bagus.
- Ucapkan salam.
- Tutup telepon.
- Lupakan. Jadikan pembicaraan di atas sebagai bahan tulisan untuk diterbitkan di Kompasiana.
Itu saja sih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H