Ketika sudah mendapatkannya, pemain itu berbagi informasi dengan kelompoknya saja. Kalaupun menggandeng pihak ketiga, ia membawa data akurat tentang proyek, di antaranya:
- Rencana terperinci yang menjelaskan perlunya partner kerja yang menyediakan perusahaan yang mengerjakan proyek. Bahkan perusahaan pendamping sesuai kualifikasi dalam proses pemilihan pemenang.
- Membawa pengumuman (cetak, link) proyek pengadaan barang dan jasa, baik melalui proses pemilihan dengan penunjukan langsung maupun tender.
- Menyebutkan waktu mulai dan berakhirnya pekerjaan.
- Menyebutkan nilai proyek dan komisi didapat.
- Dengan rinci menyebutkan kualifikasi perusahaan yang diperlukan.
Tanpa itu, bolehlah kita meragukan penawaran lisan tersebut. Jangan-jangan Badu hanya petualang yang bergerak di bidang proyek ongkos.
Adalah lumrah, ketika perusahaan besar, BUMN berikut anak perusahaannya, dan instansi pemerintah menerapkan penawaran pengadaan barang dan jasa secara terbuka.
Ditambah, perusahaan konstruksi sesuai kualifikasi bisa dicari di asosiasi perusahaan konstruksi di mana saya bergabung.
Ada keraguan yang nyata di dalam kepala saya mendengar tawaran proyek dari bukan pemain kawakan. Mungkin Badu seorang petualang yang menawarkan proyek omdo. Proyek ongkos!
Jadi, begini cara halus dan santun menolak penawaran proyek belum jelas, atau berpotensi menjadi proyek ongkos, dari avonturir bisnis yang notabene adalah teman:
- Dengarkan pemaparannya sampai selesai.
- Sampaikan terima kasih atas kepercayaan diberikan.
- Beritakan bahwa sebagai kawan kita akan memberikan kabar bagus.
- Ucapkan salam.
- Tutup telepon.
- Lupakan. Jadikan pembicaraan di atas sebagai bahan tulisan untuk diterbitkan di Kompasiana.
Itu saja sih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H