Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Singkirkan Obstacles, Bangun Kepercayaan Diri dalam Menulis

22 Oktober 2022   20:19 Diperbarui: 22 Oktober 2022   20:30 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi membuat artikel oleh RoyBuri dari pixabay.com

Kisah manis menjadi Kompasianer berawal dari tidak sengaja. Menjadi penulis --menarasikan gagasan---di blog keroyokan dengan tiada rencana. Saya kira tidak sedikit Kompasianer melewati cerita demikian.

Bermula dari "instruksi" seorang sahabat pada akhir tahun 2010, saya membuat akun Kompasiana. Gagal validasi. Tidak soal. Yang penting sudah memenuhi permintaan kawan baik itu.

Beberapa bulan kemudian, ia menanyakan pengalaman ber-Kompasiana.

Kakak kelas Pepih Nugraha di kampus jalan Sekeloa Bandung itu berkata, betapa karya tulis di media warga tersebut amatlah bagus-bagus. Ia pun beberapa kali menayangkan opini di blog milik Kompas Gramedia Group. Ya iyalah, ia punya modal ilmu komunikasi dan berpengalaman sebagai Creative Director perusahaan iklan. Sementara saya, apalah artinya? Hikz.

Tidak enak hati, kemudian saya membuat akun dengan email berbeda. Maka, bulan Februari 2011 (lupa tanggal berapa) resmi memiliki akun di Kompasiana.

Penulis Pupuk Bawang

Awal-awal berselancar di Kompasiana adalah menjumpai berbagai karya tulis hebat. Bak membaca opini di media cetak. Demikian pula dengan karya fiksi. Puisi dan cerpen merupakan gubahan melampaui alam imajinasi saya. Pokoknya: mengagumkan!

Kekaguman yang sempat menyurutkan niat menayangkan tulisan. Tersudut di ruang paling sunyi memori laptop.

Maka saya menjadi Kompasianer pupuk bawang (lupa, apakah waktu itu sudah ada sebutan Kompasianer atau tidak). Hanya membaca dan berkomentar pada artikel-artikel hebat. Sesekali bergosip dengan sesama member di kolom chat pada bagian kanan bawah layar (fitur yang sudah tidak ada). Ngerasani orang lain.

Dari itulah mulai mengenal banyak Kompasianer yang mengajak saya untuk mengirim tulisan.

Baru "berani" mengirim artikel karena dirangsang oleh adanya event menulis dari grup penyuka karya fiksi. Maka, pada tahun-tahun awal saya lebih banyak mengisi kanal fiksiana.

Pokoknya nulis. Sementara, Headline atau Artikel Utama adalah impian.

Tidak Aktif

Tahun 2011 atau sampai 2012 lumayan aktif, yaitu menelurkan 20-an artikel. Banyak, kan?

Tahun-tahun selanjutnya diisi dengan sepi. Sesekali menulis. Menurut catatan: selama tahun 2015 menayangkan 1 artikel; tahun 2016 dan 2017 masing-masing satu artikel. Lumayan daripada manyun.

Beberapa Kompasianer memboyong saya dan lainnya ke grup Efbi. Undangan dari berbagai grup FB bentukan para Kompasianer berseliweran di beranda. Tak kurang dari 50 grup dengan beragam pokok bahasan diikuti.

Bahkan satu grup, Statusbook Community, saat itu disebut sebagai grup FB paling aktif, entah bagaimana cara mengukurnya.

Mulai Aktif, Surat Peringatan, dan Sangkalan

Sebuah keadaan pada akhir tahun 2018 membawa saya kepada periode memiliki banyak waktu luang. Juga sedikit uang.

Membuka akun yang sudah berkarat gagal pula. Tidak ingat kata sandi. Melalui fitur "lupa password" akhirnya akun bisa dibuka, walaupun mesti divalidasi ulang.

Membaca beragam artikel dari beragam penulis hebat menggerakkan jari ikut menekan papan tombol laptop.

Sebelum menulis, terlebih dahulu saya mesti menyingkirkan kecemasan. Kekhawatiran menghasilkan karya tidak bagus. Atau ditolak pembaca. Atau tidak bakal sekeren produk para akademisi, pakar, dan penulis berpengalaman.

Saya sebelumnya sama sekali tidak mahir di bidang tulis menulis, kecuali untuk keperluan kantor yang sudah ada template-nya,

Namun, dorongan mengisi waktu dengan menulis jauh lebih kuat dibanding kekhawatiran-kekhawatiran. Maka saya menuliskan apa saja yang melintas di kepala. Apa saja yang pernah dialami, dirasakan, atau dipikirkan.

Juga belajar dari artikel penulis lain. Bukan berarti meniru gaya bertuturnya. Berat sekalee! Saya hanya mempelajari bangunan cara penyampaiannya agar enak dibaca.

Menurut hemat saya, karya tulis disajikan untuk pembaca. Akan lebih baik lagi jika bermanfaat dengan menghadirkan pandangan tidak biasa, baru, menyegarkan, menyenangkan, atau menghibur bagi pembaca.

Sejatinya saya bukan penulis, tapi percaya bahwa ketajaman pena harus terus diasah. Menulis dan menulis menjadi kegiatan mengasyikkan.

Sempat grogi ketika memperoleh komentar berlawanan dengan keinginan hati. Lemes. Gerah yang membuat geram memperoleh sangkalan. Sejenak saya berhenti menulis. Namun lama-lama terbersit pikiran, buat apa kesal lalu putus asa?

Toh Kompasiana adalah blog keroyokan, di mana berkumpul berbagai macam karakter. Ada saja pihak berbeda dengan cara berpikir kita. Keadaan itu kemudian saya terima dengan lapang dada. Kembali menulis dengan lebih berhati-hati dalam penyampaian.

Semangat menulis untuk Kompasiana sempat juga tersendat, lantaran beberapa kali terbit surat peringatan dari admin. Melanggar S&K Kompasiana, baik konten maupun gambar ilustrasi.

Jalan keluarnya, saya membaca dengan saksama aturan main yang mestinya telah disepakati Kompasianer. Pemahaman yang kemudian membuat saya lebih berhati-hati bila mengutip sebagian tulisan orang lain, maupun karya sendiri yang pernah ditayangkan.

Dengan itu, setiap hendak menerbitkan artikel, terlebih dahulu memeriksakannya melalui alat cek plagiarisme. Di Google tersedia beragam alat pendeteksi. Jangan dibuat susah.

Waktu mempelajari S&K, tidak sengaja membuka laman FAQ. Berisi tentang kisi-kisi agar karya tulis memperoleh label pilihan dan diangkat sebagai Artikel Utama (Headline). Berikutnya, gambaran tersebut menjadi rambu-rambu.

Mendapatkan pengalaman manis ketika artikel mendapatkan label pilihan. Dada lebih mengembang saat karya tulis dipilih menjadi Headline. Puncak kegembiraan tatkala akun memperoleh verifikasi biru.

Akhirul Kata

Baru tiga tahun terakhir saya benar-benar terjun dalam kegiatan menulis. Sampai dengan diary ini ditulis, saya menayangkan lebih dari 800 artikel. Jumlah yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Ternyata bisa juga ya?

Kuncinya, membongkar dinding penahan yang menghambat kehendak untuk menulis. Seperti rasa malu, takut dicaci-maki pembaca, tidak ada yang membaca, dan semacamnya. Tanda-tanda tidak percaya diri!

Hambatan-hambatan atau obstacles yang sesungguhnya berasal dari dalam diri sendiri. Bukan dari luar.

Jadi, sebelum menulis di ruang publik, terlebih dahulu singkirkan obstacles. Bangkit, lalu membangun kepercayaan diri untuk menulis. Menarasikan gagasan melalui Kompasiana atau platform semacamnya dengan gaya bertutur tersendiri, khas, dan berbeda dengan penulis lainnya.

Selama sebelas tahun ngeblog di Kompasiana saya banyak memperoleh pengalaman pahit sebagai pelajaran. Juga Kisah Manis, yaitu lebih mahir dalam menulis dan memperoleh sahabat dari mana-mana.

Catatan kecil tentang kebahagiaan ini ditulis untuk mengikuti Event KJOG dan dibuat dalam rangka memperingati HUT Kompasiana.

Selamat Ulang Tahun ke-14, Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun