Senin kemarin mengambil obat untuk seminggu setelah menunggu nyaris seharian. Hari berikutnya ke apotek khusus pelayanan resep BPJS, menebus obat untuk konsumsi tiga pekan berikutnya.
Tiba di apotek pukul 7.19 WIB. Mengambil kartu antrean di pos satpam mendapatkan nomor 77. Tempat pengambilan obat itu akan buka jam 7.30 WIB.Â
Menunggu diperkirakan akan memakan waktu 3 jam atau selesai pukul setengah sepuluh. Kemarin lebih lama lagi, menunggu enam jam sampai menerima obat. Rekor terlama saya berada di poliklinik.
Bagaimana cara mengisi waktu tunggu tersebut?
***
Setiap bulan saya berkonsultasi dengan dokter spesialis di unit rawat jalan RSUD Kota Bogor. Biasanya datang jam setengah sembilan pagi agar memperoleh nomor antrean kecil.
Namun kemarin saya datang lebih lambat. Hampir pukul sepuluh. Buntutnya, mendapat giliran ke sekian yang memerlukan waktu tunggu lama.
Ketika jarum pendek jam dinding ruang tunggu belum benar-benar menunjuk angka satu, barulah pemeriksaan dimulai. Setelahnya dokter menuliskan resep dan pemeriksaan laboratorium pada bulan depan.
Celaka! Terbayang, bulan-bulan sebelumnya saya melanggar pantangan. Beberapa kali makan gorengan, penganan berbasis terigu, nasi putih, daging merah. Berarti sebelum tiba waktunya cek darah, mesti disiplin ketat melaksanakan diet.
Kemudian saya menyampaikan bundel medical record kepada perawat. Melanjutkan perjalanan ke kasir lalu menyerahkan resep ke instalasi obat RSUD. Memperoleh nomor antrean 195, sementara layar monitor menunjukkan angka 110.
Melintas satu gagasan agar meninggalkan antrean dan mengambil obat pada sore hari atau besok paginya. Namun berhubung waktu yang saya miliki amatlah melimpah, maka keputusan terakhir adalah menunggu giliran saja.
Di RSUD terdapat masjid. Di sebelahnya tersedia kantin dengan aneka masakan. Satu pegawai rumah sakit juga menjual jajanan, dari gorengan, bubur kacang hijau, es buah, sampai nasi goreng dalam kotak. Di luar pun terdapat beragam pilihan makanan.
Jadi tidak ada masalah dengan menunaikan ibadah wajib tepat waktunya dan cara mengisi perut.
Persoalannya, waktu tunggu giliran yang entah sampai kapan akan diisi dengan kegiatan apa? Makan? Tidur? Melamun?
Membaca
Bagusnya kuota internet masih tersisa, sehingga waktu longgar dimanfaatkan dengan membaca berita online.
Membaca dapat menyegarkan pikiran dengan berbagai informasi, selain membunuh waktu.
Menulis
Inspirasi menulis muncul saat membaca, juga ketika mengamati orang menunggu dan berlalu-lalang. Ada saja hal-hal menarik untuk dituliskan.
Bisa hanya menggoreskan gagasan untuk kemudian dilanjutkan di rumah. Bisa juga membuat karya tulis layak tayang di ruang publik.
Berbincang
Ada saja sesama pasien atau keluarganya yang mengajak ngobrol. Tentang penyakit. Mengenai upaya pengobatan, secara medis maupun dengan alternatif, dan apa saja. Atau juga berbincang di kantin.
Berbincang mampu meredam rasa bosan, menambah persaudaraan, juga meluaskan wawasan.
***
Akhirnya, tepat pukul 16.00 saya meninggalkan loket, membawa obat untuk satu minggu. Menyeberangi enam jam waktu tunggu antrean dengan selamat penuh sukacita.
Dengan itu pula waktu bergulir tidak terasa. Menunggu seketika menjadi ihwal tidak membosankan.
Demikian pula esoknya ketika berada di apotek. Mengisi waktu tunggu antrean dengan membaca, menulis, diselingi perbincangan di antara sesama pengambil obat.
Waktu tunggu berakhir, setelah mendapatkan obat untuk tiga pekan ke depan pada pukul 10.17 WIB. Sedikit lama dibandingkan perkiraan semula.
Dengan membaca, menulis, dan berbincang, waktu menunggu antrean menjadi tidak membosankan. Juga produktif, menghasilkan tulisan apa pun bentuknya. Pun mengajarkan saya untuk lebih sabar dan mengisi waktu tunggu yang lumayan lama dengan kegiatan positif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H