"Nasi rames saja. Minumnya air mineral tidak dingin."
Nasi kebuli kambing, lewati! Nasi goreng kambing, abaikan! Sate kambing, gule kambing, sop kambing, lupakan dulu! Pesan nasi rames saja. Tanpa embel-embel.
Begitu tersaji, di atas nasi putih tergeletak daging kambing digule, sate kambing bumbu kacang, acar, dan emping. Hmmm.. sebaiknya bagaimana ya?
Larangan dan keinginan saling bertengkar, berkecamuk di dalam pikiran. Semakin lama pantangan dari dokter semakin lemah. Semakin lemah kemudian tak terdengar suaranya.
Saya mencoba satu suap nasi dengan sekerat gule daging kambing. Gurih, rasanya pas di lidah. Daging lembut di mulut dan tidak melawan.
Suapan kedua, nasi dengan daging sate bumbu kacang ditambah sedikit acar. Wuenak! Sepertinya daging kambing muda yang mudah digigit dan ditelan habis, tiada sedikit jua lemak yang tertinggal di langit-langit mulut.
Baik daging gule maupun sate tidak terhidu bau prengus. Aroma khas daging kambing yang lumayan kuat. Saya tidak tahu persis, apakah bau muncul sebab teknik penyembelihan kurang tepat, pemilihan jenis kambingnya, atau perlakuan terhadap daging.
Suap demi suap saya nikmati penuh khidmat. Pembenaran yang muncul di benak adalah: demi menebus rasa penasaran. Titik!
Maka, tanpa keraguan sedikit pun nasi rames kambing pun dihajar. Disantap lahap bersama sambal cabai rawit hijau.
Piring licin tandas menyisakan sepotong tulang. Penasaran terbayar lunas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H