Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Ini Beberapa Catatan untuk Mengelola Food Court

25 September 2022   07:59 Diperbarui: 26 September 2022   01:01 1759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana food court yang masih sepi (dokumen pribadi)

Matahari telanjang. Sinarnya menemani perjalanan pulang. Panas membawa kaki melangkah ke pusat jajanan sebelum tiba di rumah.

Food court yang buka seminggu lalu, dari hari Senin sampai Sabtu pukul 11.00 -- 20.0O WIB, tampak sepi. Tempat jajanan menempati area cukup luas dalam perkantoran balai penelitian milik Kementerian Pertanian.

Tujuan mampir ke sana selain membeli minuman segar juga mencari makanan untuk dibawa pulang.

Ada sekitar 20 konter dengan beragam barang jualan. Dari kopi, air mineral, mi instan, masakan Padang, gudeg beserta teman-temannya, angkringan, soto, sate, bakso, mi ayam, dan jajanan populer lainnya.

Saya langsung menuju kios penjual es jus. Memesan segelas besar berisi aneka potongan buah dan pecahan es. Segar...!

Juga memesan dua porsi sauto (soto khas Tegal) memakai lontong untuk disantap di rumah.

Penjual dan pengunjung masih sedikit, padahal waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua belas. Belum banyak kios buka. Baru ada dua pengunjung yang lebih dulu datang, sehingga food court tampak sepi dengan sitting capacity lebih dari 50 orang.

Selama menghabiskan minuman, selintas saya mengamati atmosfernya. Dari itu, berikut adalah beberapa catatan mengenai pengelolaan food court baru tersebut, sebagai berikut:

Informasi

Kelemahan terbesar yang terlihat, tidak ada penanda yang menunjukkan bahwa itu tempat jajanan. Papan bertuliskan aneka makanan minuman diletakkan terlalu dalam.

Pandangan dari food court ke jalan utama (dokumen pribadi)
Pandangan dari food court ke jalan utama (dokumen pribadi)

Food court berada di koridor halaman parkir sebuah kantor. Berjarak 25-30 meter dari jalan utama, dengan kendaraan melintas berkecepatan di atas 40 kilometer per jam.

Dalam kelajuan demikian, pengendara lebih berkonsentrasi pada jalan. Besar kemungkinan tidak sempat memperhatikan keberadaan food court. Penumpangnya juga tidak bakal merekam informasi tentang adanya tempat penjualan jajanan.

Hasilnya akan berbeda apabila pengelola membuat umbul-umbul, spanduk, atau apa pun yang dapat menunjukkan keberadaan tempat jajanan. Peluang pengendara menurunkan kecepatan demi menyimak informasi tertulis akan semakin besar.

Mungkin hari itu tidak mampir, tapi pada lain waktu. Paling penting, isyarat keberadaan food court sudah diserap.

Musik

Soal berikutnya. Untuk ukuran food court, suara musik latar disajikan kelewat keras sehingga tidak nyaman untuk berbincang. Temponya juga terlalu cepat.

Kafe saja menyetel musik kalem dengan suara sayup-sayup untuk mengiringi pengunjung makan siang. Barulah pada malam hari musik hidup jedak-jeduk menggetarkan jiwa.

Seharusnya pengelola mengatur jenis, tempo, dan volume pengeras suara sesuai dengan kebutuhan pengunjung. Siang lebih slow and low. Malam boleh musik jingkrak-jingkrak, bila momentumnya memungkinkan.

Dengan kata lain, pengelola mesti memerhatikan kebutuhan pengunjung terhadap musik. Bukan semata-mata karena memenuhi kehendak sendiri.

Billing

Terakhir, ketika beranjak pulang setelah membayar ke kasir, penjaga gerai es jus dan sauto menguber, meminta nota pembayaran berwarna putih. Sedangkan di mana-mana bon putih merupakan bukti pembayaran yang dibawa pulang oleh pembeli.

Ada kekeliruan mekanisme pembuatan bukti pembayaran. Mestinya pengelola mencetak nota --setidaknya-- rangkap dua, yang juga berfungsi sebagai captain order. Pada proses pemesanan, penjaga kios/penjual/waiter menuliskan permintaan pengunjung pada nota.

Pesanan berbeda konter menggunakan nota berbeda pula. Misalnya, satu meja memesan gudeg dan rendang yang mana kiosnya berlainan, maka pesanan ditulis di lembar nota terpisah.

Lembar putih ke masing-masing konter sebagai perintah pembuatan makanan/minuman. Lembar tindasan ke kasir untuk dibuatkan billing statement atau bukti pembayaran kepada pembeli.

Tindasan direkapitulasi sebagai hasil penjualan pada hari berjalan. Pada akhir hari, ikhtisar ini menjadi landasan perhitungan untuk keperluan pembagian atau apa pun.

Jadi setiap bagian, kasir maupun penjual, memiliki catatan otentik. Nota dibuat rangkap tiga atau lebih, bila kelak ada waiter/waitress sebagai bukti pengambilan insentif, umpamanya.

***

Demikian catatan yang dapat disampaikan dalam kunjungan singkat tersebut. Barangkali bisa menjadi parameter bagi pengelola yang baru dan akan membuka tempat jajanan.

Demi perbaikan, boleh juga pengelola food court meminta feedback dengan menggunakan kuisioner sederhana kepada pengunjung.

Sayang kan tempat jajanan dengan lokasi bagus, tapi jumlah pengunjung makin lama makin menurun? Akibat pengelola tidak mengindahkan kenyamanan dan apa yang menjadi kehendak pembeli, dan hanya peduli kepada kepentingan sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun