Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Eksistensi Usaha dari Perspektif Lokasi dan Legalitas

13 September 2022   07:55 Diperbarui: 13 September 2022   17:30 1185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tahu tempe goreng dikecapin dan tumis kangkung (dokumen pribadi)

Pada ujung jembatan dengan struktur rangka besi baja, tepatnya di atas buk (tembok rendah), terletak etalase kaca. Tertutup asbes gelombang ke belakang, yang juga merupakan langit-langit bagi ruang makan pengunjung dan sepotong dapur. Kayu triplek menjadi pembentuk dinding-dinding dan bukaan.

Ya! Di bagian ujung atau kepala jembatan --berfungsi sebagai penahan tanah dan estetik---tersebut, terletak sebuah warung nasi.

Kedai nasi di buk/tembok rendah jembatan (dokumen pribadi)
Kedai nasi di buk/tembok rendah jembatan (dokumen pribadi)

Menu

Produk dijual merupakan menu makanan yang umum tersedia di kedai nasi kelas rakyat. Ada ikan kembung goreng, ati ampela, sambel goreng kentang, telur dadar, telur bulat balado, tempe tahu, sayur nangka muda, lodeh, tumis tauge, tumis kangkung, dan sebagainya.

Saya menikmati tumis kangkung, bersama dua potong tahu sutera goreng dan dua kerat tempe goreng.

Tahu tempe goreng dikecapin dan tumis kangkung (dokumen pribadi)
Tahu tempe goreng dikecapin dan tumis kangkung (dokumen pribadi)

Seorang pegawai membeli nasi, lauk, dan sayur. Dibungkus. Sepertinya bakal untuk makan siang. 

Kemudian seorang wanita muda berbaju hijau yang tidak begitu cantik, namun sedap dipandang berlama-lama, memesan kopi tubruk dalam plastik serta dua bungkus nasi berikut lauk pauk dan sayur. 

Makanan dalam kantong keresek belang-belang tersebut dibawanya ke tempat indekos. Sayang sekali ia tidak memakannya di tempat.

Rupa-rupanya pembeli warung nasi di ujung jembatan rangka besi baja itu adalah pegawai kantoran, anak-anak kos, dan orang lewat. 

Harganya standar warung nasi, rata-rata berkisar Rp 10 hingga Rp 15 ribuan. Tergantung menu.

Artinya, untuk penjualan makanan pengisi perut maka warung nasi tersebut telah memilih lokasi strategis dengan berbagai pilihan menu. 

Usaha kuliner berlokasi ideal, meski berskala kecil.

Lokasi

Bangunan semi permanen usaha kuliner itu berada di tempat strategis. Lokasi tersebut menguntungkan karena:

  • Dekat dengan instansi pemerintah dan kantor perusahaan swasta.
  • Merupakan area pelintas. Tidak sedikit pejalan kaki lewat di depannya.
  • Berada di seberang rumah kos-kosan bagus dan besar.
  • Mudah terlihat oleh pengguna jalan.
  • Minim saingan usaha warung serupa. Bisnis kuliner terdekat (100-300 meter) adalah penjual mi ayam, bakso, restoran sup ikan, rumah makan sate ayam & kambing.
  • Ada tempat parkir sepeda motor, meski hanya dapat menampung dua atau tiga motor. Tidak mengapa, karena warung merupakan tempat persinggahan cepat.

Maka, selain memiliki lokasi strategis dan harga terjangkau, juga tidak terkena beban sewa. 

Kalaupun ada biaya berkenaan dengan tempat, hanya berupa iuran untuk kebersihan dan keamanan yang dikelola oleh warga setempat.

Legalitas

Keistimewaan lokasi boleh jadi diperoleh karena pemilik warung adalah warga kampung setempat.

Namun demikian, keadaan sekarang bukan tanpa risiko. Sewaktu-waktu bangunan ilegal itu bisa saja dibongkar oleh otoritas.

Saat menyantap tahu, Pak Lurah dan satu stafnya sedang meninjau keberadaan kedai nasi dan lapak-lapak lain yang berdiri di bantaran kali.

Atau bisa juga, digusur oleh pemilik infrastruktur jalan dan jembatan, Bina Marga dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Bogor, demi kepentingan keamanan.

Bukankah warung nasi itu berada di tempat terlarang untuk mendirikan bangunan?

Dengan kata lain, agar usaha kuliner (atau bisnis bidang lainnya) dapat berlangsung langgeng, seyogianya mengindahkan aspek legalitas. Di antaranya:

  • Memastikan status persil bukan tempat dilarang untuk mendirikan warung.
  • Bila menyewa, usahakan menggunakan tempat berdasarkan kesepakatan tertulis dengan pemilik sah.
  • Tanah sendiri maupun sewa, baiknya telah mengurus izin lingkungan. Yaitu dari tetangga kiri kanan depan belakang, RT RW, Lurah setempat, dan seterusnya sesuai dengan skala usaha.
  • Bangunan dibuat dengan tidak mengganggu pandangan pengguna jalan raya di sekitarnya. Misalnya, konstruksi di sudut jalan seharusnya memenuhi ketentuan Garis Sempadan Bangunan.
  • Memiliki lahan parkir cukup.

Dengan demikian, selain menimbang segi lokasi yang strategis, sebaiknya usaha kuliner agar memerhatikan legalitas tempat. Hal itu tak lain dan tak bukan adalah demi memperkecil risiko.

Untuk usaha berskala lebih kompleks, penting juga mengurus aspek perizinan.

Akan sangat menyedihkan, ketika bisnis berkembang pesat, ternyata tempat usaha digusur oleh pihak yang berwenang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun